TEMPO.CO, Jakarta - Detasemen Khusus 88 Antiteror dilaporkan menangkap sekitar 350 terduga teroris di seluruh Indonesia, sejak peristiwa bom Surabaya, pada pertengahan Mei 2018 lalu. Salahsatu yang ditangkap adalah Wawan Zuliardi, penjual garam keliling di Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang, Sumatera Barat. Dia ditangkap awal Agustus 2018 lalu.
“Umi! Umi! Tolong Abi! Abi ditangkap orang!” kata istri Wawan, Lestari, menirukan teriakan anaknya ketika Wawan ditangkap. Kesaksian Lestari dimuat di Majalah Tempo edisi 17 September 2018.
BACA JUGA: Penangkapan Ratusan Terduga Teroris Dinilai Langgar Hak Asasi Manusia
Ketika ditangkap, Wawan Zuliardi sedang membeli sambal di warung makan. Mengajak putri sulungnya yang berusia tiga tahun, Wawan mengendarai sepeda motor. Tapi tak sampai lima belas menit, sang putri muncul dengan tangis tanpa henti. Seorang pria tak dikenal menurunkan anak itu di depan rumahnya, lalu melaju pergi.
Dari cerita putrinya, Lestari mengetahui bahwa sebuah mobil tiba-tiba memepet sepeda motor yang dikemudikan Wawan. Dia dan anaknya terjatuh. “Kata putri saya, kepala suami saya langsung ditutup dan dimasukkan ke dalam mobil,” ujar Lestari. “Semua laki-laki yang menyergap suami saya membawa senapan laras panjang.”
BACA JUGA: Penangkapan Terduga Teroris oleh Densus 88 Jangan Jadi Teror Baru
Sore harinya, setelah zuhur, sejumlah polisi datang dan menggeledah rumah kontrakan Wawan. Polisi menyita dua senapan angin dan satu telepon genggam. Menurut Lestari, meskipun bersikap sopan saat menggeledah, dan meminta maaf karena rumahnya menjadi acak-acakkan, polisi tidak menunjukkan surat tugas. Seorang di antaranya mengatakan bahwa suaminya ditangkap dan dibawa ke Jakarta karena diduga terkait dengan terorisme. Untuk sementara keluarga tidak bisa menemui Wawan. “Katanya nanti ada penyidik dan pengacara yang datang,” ujar Lestari.
Tapi hingga pekan lalu, penyidik dan pengacara yang dijanjikan polisi tak juga datang ke rumah Lestari. Dua pekan setelah Wawan ditangkap, datang surat dari polisi yang menyatakan dia akan ditahan hingga 19 Desember 2018 guna menjalani proses pengadilan.
BACA JUGA: Ini Identitas Terduga Teroris yang Ditembak di Surabaya
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Sumatera Barat, Komisaris Besar Syamsi mengatakan ada lima terduga teroris di wilayahnya yang dicokok hari itu. Polisi meyakini kelimanya anggota Jamaah Ansharut Daulah, organisasi yang terafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada akhir Juli lalu menyatakan JAD sebagai organisasi terlarang dan membekukannya. Syamsi tak mau memberitahukan rencana aksi teror kelima orang yang digulung itu.
Sejumlah pegiat hak asasi manusia mengkritik operasi penangkapan teroris yang tak transparan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyebut hal tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. Pasalnya, hampir semua penangkapan teroris tidak disertai pemberitahuan segera pada pihak keluarga. Tidak jelas juga apakah semua terduga teroris mendapat akses pada pengacara.
“Ada kesan penggunaan kekuatan berlebihan saat menangani terduga kasus terorisme,” kata Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yati Andriyani.
TIM MAJALAH TEMPO
Baca laporan lengkap Majalah Tempo mengenai penangkapan ratusan terduga teroris di sini.