TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto, mengatakan ada perbedaan intensi atau tujuan masing-masing calon presiden 2019, yaitu Jokowi dan Prabowo dalam mengeluarkan jargon atau istilah politiknya.
"Saya membaca agak cukup berbeda intensi Jokowi dan Prabowo dalam mengeluarkan statement," kata Gun Gun dalam diskusi Populi Center, Jakarta, Kamis, 15 November 2018.
Baca: Beda Gaya Komunikasi Politik Jokowi dan Prabowo versi Pengamat
Gun Gun mengatakan istilah politik calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo atau Jokowi, seperti politikus sontoloyo dan genderuwo, merupakan mekanisme pertahanan diri. Sedangkan maksud pernyataan calon presiden, Prabowo Subianto, mengenai tampang Boyolali merupakan pernyataan menyerang atau attacking statement sebagai kubu oposisi.
Menurut Gun Gun, intensi pernyataan Jokowi dapat terlihat dari kalimatnya. Misalnya, Jokowi pernah mengingatkan kepada masyarakat untuk berhati-hati dengan politikus genderuwo. "Itu mekanisme pertahanan diri. Early warning system ke khalayak bahwa ini ada tipikal politisi yang kerap kali menebar ketakutan, pesimisme. Sesuatu yang sebenarnya jadi serangan bagi inkumben," kata dia.
Baca: Timses Jokowi Bantah Gunakan Robot untuk Kampanye di Medsos
Gun Gun menilai wajar jika intensi pernyataan Jokowi belakangan ini merupakan mekanisme pertahanan diri. Sebab, Jokowi sebagai inkumben akan diserang dari seluruh penjuru mata angin oleh lawannya. Serangan yang muncul, di antaranya pernyataan mengenai 99 persen masyarakat hidup pas-pasan. Serangan tersebut pernah disampaikan Prabowo.
Mekanisme pertahanan diri lainnya yang dilontarkan Jokowi adalah plihan kata hijrah dari pesimistis ke optimistis. "Ini sebenarnya orang tanpa Jokowi mention komunikan-nya, orang kemudian akan mengasosiasikan dengan siapa. Ini mekanisme pertahanan diri dengan gaya khas Jokowi," ujarnya.
Baca: Jubir Prabowo Sebutkan Kebohongan Jokowi Selama 4 Tahun