TEMPO.CO, Jakarta - Tokoh muda Nahdlatul Ulama Akhmad Sahal menilai penolakan terhadap peraturan daerah (perda) berbasis agama tertentu bukan merupakan penistaan terhadap agama. "Menurut saya konyol atas anggapan bahwa menolak perda agama sebagai penistaan terhadap agama," kata Sahal di Jakarta, Ahad, 18 November 2018.
Sahal mengatakan perda berbasis agama, misalnya, perda syariah, atau perda injil, merupakan sebuah peraturan daerah yang disusun antara parlemen daerah dengan pemda, bukan hukum agama.
Baca: Mahfud MD: Perda Syariah dan Perda Sejenisnya Hanya Sia-sia
Pernyataan Sahal menanggapi pelaporan terhadap Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia Grace Natalie ke Bareskrim Polri atas pernyataan menolak perda berbasis agama tertentu. Penolakan terhadap perda berbasis agama, ujar Sahal, tidak hanya dilakukan PSI, namun juga tokoh Islam terkemuka seperti KH Hasyim Muzadi kala menjabat Ketua PBNU, serta Buya Syafii Ma'arif.
"Cek saja berita tahun 2006 ketika Kiai Hasyim getol sekali menolak Perda Syariah.” Alasannya di antaranya karena menolak formalisasi hukum Islam dalam bentuk hukum positif yang dinilai tidak cocok untuk Indonesia yang berbhinneka.
Baca: Pelaporan Grace Natalie dan Polemik Perda Syariah di Indonesia
Sahal bertanya apakah pelapor Grace Natalie juga ingin menuding Hasyim Muzadi dan Buya Syafii sebagai penista agama. Sahal memandang penolakan Grace Natalie atas perda syariah dan perda Injil adalah penolakan terhadap kandungan isi perda yang dinilai bersifat diskriminatif, bukan terhadap hukum agamanya.
Penolakan PSI, kata Sahal, tidak ada urusannya terhadap penistaan agama. "Itu dipelintir dan mengada-ada."