TEMPO.CO, Jakarta - Adik mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Fifi Lety merespons video calon wakil presiden nomor urut 01 Ma'ruf Amin yang viral di media sosial karena menyatakan menyesal dan juga meminta maaf telah turut andil membuat mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dipenjara. Di media sosial, video itu menuai berbagai respons negatif dan positif.
Baca: Kata Keluarga Soal Video Viral Ma'ruf Amin Bicara Kasus Ahok
Fifi mengatakan, banyak yang bertanya ihwal pendapat keluarganya akan video tersebut. "Jujur tidak tahu harus jawab apa. Biar setiap orang
masing-masing menilai saja. Sudah tidak mau melihat ke belakang lagi," ujar Fifi seperti dikutip dari akun instagramnya, @fifiletytjahajapurnama, Rabu, 9 Januari 2019. Fifi mempersilakan mengutip pernyataannya tersebut.
Terkonfirmasi, potongan video berdurasi 48 detik yang viral itu, merupakan bagian dari wawancara Ma'ruf dengan salah satu media mainstream. "Iya, tentu saja (menyesal). Cuman karena terpaksa saja kan. Siapa yang ingin memenjarakan orang kan. Gak mau kan. Tapi karena terpaksa. Situasi pada waktu itu prosesnya penegakan hukum. Apa boleh buat, dengan rasa terenyuh. Walaupun habis itu saya juga minta maaf, karena juga tidak ingin menyusahkan orang, tidak ingin," begitu pernyataan Ma'ruf dalam video itu.
Putra Ma'ruf, Ahmad Syauqi mengatakan, penjelasan Ma'ruf dalam video itu menjernihkan posisi Ma'ruf sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) saat bersaksi dalam sidang kasus Ahok.
Baca: Timses Jokowi Tanggapi Video Viral Ma'ruf Amin Bicara Kasus Ahok
"Inti dari pernyataan Abah tersebut narasinya bukan keinginan pribadi tapi penegakkan hukum dan bukan memusuhi secara pribadi. Artinya, dalam kasus Ahok pada waktu itu, hukum memang harus ditegakkan atas pelanggarannya bukan personalnya," ujar Putra Ma'ruf, Ahmad Syauqi saat dihubungi Tempo pada Jumat, 4 Januari 2019.
Menurut Syauqi, apa yang disampaikan Ma'ruf dalam video itu sangat jelas. Ada dua hal yang ingin disampaikan. Pertama, sisi penegakkan hukum bahwa Ma'ruf harus tegas dalam konteks hukum. Kedua, sisi humanis bahwa apa yang ditegaskan Ma'ruf kala itu bukan berdasarkan kebencian.
"Semua akan menjadi paham dan memang kadang semuanya tidak langsung begitu saja paham. Yang penting, semuanya tidak cepat menyimpulkan dan tidak gampang memvonis orang," ujar Syauqi.
Ahok menjalani hukuman sejak 9 Mei 2017. Dia dinyatakan bersalah oleh majelis hakim karena terbukti melakukan penodaan agama dalam pidatonya di Kepulauan Seribu pada 2016. Ahok pun divonis hukuman penjara dua tahun. Pengacara Ahok, Teguh Samudera, memperkirakan kliennya akan bebas pada awal 2019.