TEMPO.CO, Jakarta -Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan pembangunan kereta Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta tidak perlu dibahas secara financial benefit, melainkan dengan pandangan economic benefit.
Menurut dia, diskusi ihwal untung-rugi pembangunan MRT menyedihkan. "Sampai kapan pun proyek MRT dimana pun di dunia, jarang yang bisa profit," kata Bambang ketika mengikuti parallel trial run MRT Jakarta, Jumat, 1 Februari 2019.
Baca : Opsi Tarif MRT Rp. 8.500 dan RP. 10000, Kepala Bappenas: Feasible
Bambang menjelaskan, adanya transportasi MRT mungkin saja tidak menghasilkan uang secara riil. Tapi, manfaatnya dapat dihitung dengan pendekatan ekonomi.
"Kita juga harus memandang MRT Jakarta bukan hanya sekadar alat transportasi semata, tapi juga sarana untuk mendorong perekonomian,” kata Bambang.
Bambang menyinggung kembali sejarah pembangunan MRT Jakarta yang terlambat. Menurut dia, MRT Ibu kota sudah didesain sejak 1990-an, namun baru mulai konstruksi tahun 2013. Keterlambatan itu menurut dia menyia-nyiakan sumber daya, energi, dan uang.
"Kita benar-benar telah menyia-nyiakan potensi ekonomi yang harusnya sudah berkembang sejak 1990-an, kita diamkan hingga 2013," kata Bambang.
Bambang berujar, MRT Jakarta tahap I koridor Lebak Bulus-Bundaran HI ditargetkan mampu membawa 412 ribu penumpang per hari pada 2020.
Petugas melakukan pengecekan kereta Mass Rapid Transit (MRT) di Stasiun Lebak Bulus, Jakarta, Kamis 17 Januari 2019. Jelang peresmian MRT yang akan dilaksanakan pada Maret 2019 tersebut masyarakat dapat mencoba secara gratis moda transportasi itu mulai 27 Februari. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Sementara tahap II koridor Bundaran HI-Lebak Bulus ditargetkan 630 ribu penumpang per hari pada 2037, didukung dengan Traffic Demand Management (TDM) dan Transit Oriented Development (TOD).
Bambang mendukung pengembangan TOD di sepanjang koridor MRT Jakarta melalui TOD dengan skema KPBU. Menurut dia, skema itu akan menyebabkan dampak ekonomi dari keberadaan MRT ini.
"Untuk skema KPBU dengan pengembalian investasi user pay, pendapatan komersial TOD digunakan sebagai tambahan pengembalian investasi," ujar Bambang.
Sementara skema KPBU dengan pengembalian investasi Availability Payment (AP), Bambang melanjutkan, pendapatan tarif dan komersial dari TOD yang dikelola paying agent digunakan untuk membayar AP Badan Usaha.
Simak juga :
Alasan Anies Sebut Integrasi Tarif MRT dan Lainnya Belum Jadi di 2019.
Bambang mengatakan, hasil benchmarking Hongkong, TOD didesain untuk 44 persen residensial, 18 persen perkantoran, 16 persen retail seperti kuliner, fasion, kriya, dan musik, 12 persen lain-lain, dan 10 persen hotel.
Dia mengatakan, per 29 Maret 2018, telah dicanangkan TOD Dukuh Atas kereta MRT dengan membangun skywalk untuk menyambungkan keseluruhan kawasan dan stasiun, serta pedestrian di Jalan Kendal.