INFO JABAR - Kepala daerah memiliki hak politik yang diatur Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan PKPU Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum. Artinya, kepala daerah boleh berkampanye asal mengikuti koridor aturan yang berlaku.
Pengamat politik Universitas Padjadjaran, Firman Manan, mengatakan kepala daerah, dalam hal ini gubernur, justru diberikan keleluasaan oleh undang-undang untuk melakukan kampanye sepanjang yang bersangkutan terdaftar sebagai anggota tim kampanye atau pelaksana kampanye.
“Gubernur hanya dilarang menjadi ketua tim kampanye. Namun gubernur diharuskan cuti di luar tanggungan negara apabila melakukan kampanye pada hari kerja. Sedangkan, apabila kampanye dilakukan pada hari libur, cuti tidak diperlukan,” katanya, Rabu, 13 Februari 2019.
Namun demikian, menurut dia, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan keterlibatan gubernur dalam kampanye. “Pertama, gubernur harus mengedepankan pengelolaan pemerintahan dan pembangunan daerah demi kepentingan publik. Gubernur tidak boleh meninggalkan tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan dan tidak boleh menjadikan kegiatan kampanye sebagai prioritas,” ucapnya.
“Hal ini sebenarnya telah diatur dalam PKPU Nomor 28 Tahun 2018 yang mengatur bahwa cuti gubernur hanya diberikan satu hari kerja dalam seminggu selama masa kampanye,” ujar Firman.
Menurut Firman, ketika muncul wacana pelarangan gubernur berkampanye, justru hal itu melanggar hak politiknya dan lebih jauh malah melanggar undang-undang.
Menanggapi tudingan pelanggaran dalam hal berkampanye yang dilakukan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Firman menilai hal itu mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku, tidak ada pelanggaran yang dilakukan. “Tidak ada yang dilanggar Ridwan Kamil. Dia dalam posisi menggunakan hak politiknya. Kepala daerah diperbolehkan menyatakan dukungan, yang tidak boleh itu (salah satunya) ASN, harus netral,” tuturnya.
Catatan pentingnya adalah kepala daerah harus tetap memprioritaskan penyelenggaraan pemerintahan di daerahnya. “Hingga saat ini, kalau kita melihat, tidak ada Kang Emil meninggalkan penyelenggaraan pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan tetap menjadi prioritas. Sebagai buktinya, Kang Emil kampanye pada hari libur,” ucapnya.
Terkait dengan jumlah massa yang banyak, kata Firman, sulit juga membatasi orang yang hadir. Apalagi yang dipermasalahkan kemarin adalah rangkaian hari lahir Nahdatul Ulama yang memang memiliki basis massa yang besar di Jawa Barat. “Bukan rapat umum karena (rapat umum) akan dimulai akhir Maret,” katanya.
Berkaca pada peristiwa tahun-tahun sebelumnya, kata Firman, ketika ada parpol yang dianggap curi star kampanye, Bawaslu ternyata tidak bisa melakukan tindakan karena belum masuk kampanye. “Ini pun sama, kalau ini dilaporkan sebagai rapat umum, ya rapat umum apa? Kan belum ada? Jadi apa yang dipersoalkan? Kalau disebut sebagai pelanggaran, tidak ada pelanggaran yang dilakukan Kang Emil ketika hadir dalam acara itu,” ujarnya. (*)