TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan pemerintah tengah mengejar luas tanam bawang putih di Indonesia. Luas tanam itu hendak dinaikkan dari sebelumnya hanya 11 ribu hektare pada 2014 menuju 20 ribu hektare pada tahun ini.
Baca: Jelang Puasa, Harga Bawang Mulai Membumbung
"Sekarang sudah 11 ribu hektare dan tahun ini bisa mencapai 20 ribu hektare, jadi bisa naik 2.000 persen," ujar Amran di di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis, 4 April 2019.
Untuk mencapai tujuan itu, ia menyebut perlunya kebijakan yang melindungi petani agar bisa berproduksi. "Jangan semena-mena impor, harus diatur," kata Amran.
Menurut Amran, tidak boleh ada pembiaran atas impor yang semena-mena. Pasalnya, ia melihat adanya peningkatan persentase impor bawang putih yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan tahun 1998. "Dulu kita impor 10-20 persen pada tahun 1998, di 2014 kita 96 persen."
Beberapa waktu lalu, Badan Pusat Statistik menyebut bawang putih sebagai salah satu penyumbang laju inflasi pada Maret 2019 karena tingginya harga komoditas itu di beberapa daerah. Bulan lalu, angka inflasi nasional mencapai sebesar 0,11 persen.
Pemerintah melalui rapat koordinasi terbatas pada Senin, 18 Maret 2019, telah menugaskan Badan urusan Logistik alias Bulog untuk mengimpor 100 ribu ton bawang putih. Rencana tersebut dilakukan guna menjaga stok menjelang lebaran. Hingga kini, impor tersebut masih menunggu izin dari Kementerian Perdagangan.
Anggota Komisi IV DPR Zainut Tauhid Sa'adi menilai tidak ada unsur mendesak dari penugasan impor 100.000 ton bawang putih kepada Perum Bulog yang dilakukan tanpa kewajiban tanam sebanyak lima persen dari volume impor.
"Kalau tidak ada alasan yang mendesak, di-clear-kan lebih dahulu. Ditahan saja dulu rekomendasinya, paling tidak sampai ada penjelasan terkait alasan pemberian hak istimewa," ujar Zainut dalam pernyataan di Jakarta, Rabu.
Zainut mengatakan, penugasan impor bawang putih kepada Bulog hanya dapat dilakukan saat komoditas itu berada dalam masa kritis. Namun, menurut dia, kondisi saat ini tidak dalam masa kritis, apalagi sebagian proses pengajuan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari importir sudah terbit. "Pemerintah harus memberikan penjelasan kepada publik biar tidak ada kecurigaan di balik pemberian izin impor tersebut," ujar anggota Fraksi PPP itu.
Oleh karena itu, DPR akan menggelar forum untuk meminta penjelasan maupun evaluasi atas penugasan itu karena rekomendasi impor harus dilakukan sesuai peraturan yang berlaku. "Kalau sesuai regulasi tak ada masalah. Tapi diskresi ini perlu diperdalam dan evaluasi lagi," kata Zainut.
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Mohammad Ismail Wahab mengatakan saat ini terdapat enam perusahaan yang sudah mendapatkan RIPH sebanyak 90 ribu ton. Dengan kondisi ini, importir umum maupun swasta berizin dapat melakukan impor bawang putih meski Bulog mendapatkan penugasan khusus.
Meski demikian, Ismail menegaskan, penugasan khusus untuk menekan tingginya harga bawang putih itu bukan merupakan diskresi. "Jadi saya tegaskan, untuk impor Bulog itu bukan diskresi, tapi ada aturan khusus. Kalau diskresi itu artinya dibolehkan melanggar aturan," ujarnya.
Sebelumnya, sejumlah pengamat ekonomi maupun pengusaha melihat ada potensi kerawanan dari rencana impor bawang putih yang akan dilakukan oleh Bulog. Kerawanan tersebut antara lain penunjukan Bulog dilakukan tanpa kewajiban tanam lima persen dari volume impor serta penugasan impor yang dirasakan diskriminatif terhadap swasta.
Baca: Soal Impor Bawang Putih, Menteri Amran: Jangan Semena-mena
Selain itu, keterbatasan dana yang dimiliki untuk penugasan ini dapat membuat Bulog menjual hak impor kepada importir lain untuk memperoleh keuntungan. Meski demikian, Bulog telah menyatakan siap melaksanakan penugasan impor bawang putih dengan menyiapkan anggaran sekitar Rp 500 miliar.
ANTARA