TEMPO.CO, Jakarta - Pelemahan mata uang Yuan Cina membuat Presiden Joko Widodo memanggil sejumlah menteri ekonominya untuk rapat terbatas di Istana, kemarin, 13 Agustus 2019. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani ikut hadir dalam rapat ini.
"Kita perlu untuk memahami dinamika ini, karakternya seperti apa. Sehingga untuk ekonomi Indonesia, kita memahami bagaimana implikasi dan kemungkinan terjadinya resiko," ujar Sri Mulyani saat ditemui usai rapat.
Dalam beberapa pekan terakhir, nilai mata uang Yuan melemah. Hingga 13 Agustus 2019, Yuan telah menyentuh level 7,02 yuan per dolar AS, melemah hingga 31 poin dari posisi 6,71 per US$ pada 1 April 2019 atau awal triwulan II 2019.
Akibat melemahnya Yuan, barang-barang dari Cina harganya lebih murah bila diukur dengan dolar AS. Karena harganya murah, barang-barang impor dari Cina dikhawatirkan membanjiri pasar Indonesia.
Pengusaha di Indonesia pun mulai merasakan produk Cina masuk Indonesia akibat melemahnya Yuan. “Sudah naik (jumlah barang Cina yang masuk), bisa dilihat di data Direktorat Jenderal Bea Cukai Cina,” kata Ketua Gabungan Ekspor Impor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno.
Menurut dia, produk-produk Cina makin leluasa masuk lantaran ada perjanjian kawasan perdagangan bebas antara Cina dan ASEAN. Benny memprediksi situasi ini bakal membuat barang dari Cina semakin membanjiri pasar Indonesia, maupun negara ASEAN lainnya.
Untuk itu, Benny, yang juga Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan ini, meminta Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia lebih cerdas melakukan langkah-langkah trade remedies demi menahan laju impor produk Cina.