TEMPO.CO, Jakarta - Rencana penataan pedagang kaki lima (PKL) Malioboro seiring selesainya jalur semi pedestrian di Malioboro belum menemui kejelasan. Pasalnya hingga kini belum ditemukannya satu suara antara pemerintah Kota Yogyakarta dengan kalangan PKL.
"Kalau PKL meh ditoto mesti ra gelem (kalau PKL mau ditata pasti tak mau)," ujar permaisuri Raja Keraton Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas di Yogya Selasa 13 Agustus 2019.
Rencana penataan PKL Malioboro sudah digaungkan sejak 2015 untuk mendukung wajah Malioboro yang makin representatif sebagai jantung wisata Yogya. Salah satu caranya membersihkan area selasar depan pertokoan agar tak lagi berjubel lapak PKL.
Rencana konsep penataan PKL yang diusung pemerintah Yogya dinamai ungkur-ungkuran atau berjualan saling membelakangi dengan pedagang lain sehingga tidak menutupi lahan depan pertokoan. Namun paguyuban pedagang menolaknya dengan alasan khawatir bakal merugi dan memicu konflik antar pedagang.
GKR Hemas mengingatkan dengan perkembangan kawasan Malioboro yang sudah semakin tertata, seharusnya ada kesadaran dari masyarakat khususnya kalangan PKL yang berjualan di situ mau bekerjasama dengan pemerintah menata kawasan. "Jangan sampai ada pro dan kontra dalam penataan Malioboro," ujarnya.
Hemas menilai sudah waktunya kawasan Malioboro terlihat semakin tertata seperti misalnya dengan mengelompokkan PKL dalam satu kawasan. Terlebih pemerintah Yogya juga telah menyediakan lahan khusus untuk relokasi PKL di area eks Bioskop Indra.