TEMPO.CO, Jakarta-Paket Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi salah satu tema pembicaraan dalam pertemuan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan Pelaksana Tugas Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Kamis, 15 Agustus 2019.
Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengatakan, usulan Partai Amanat Nasional (PAN) untuk menambah kursi pimpinan MPR guna mengakomodir semua partai di parlemen juga dibicarakan. PPP sendiri dalam posisi terbuka akan opsi tersebut. "Ya, kami membuka opsi itu dan mendiskusikan itu," ujar Arsul.
PPP, kata dia, tak menutup kemungkinan bahwa pembicaraan tersebut akan dibawa dalam pertemuan-pertemuan dengan sejumlah partai lainnya. Dalam waktu dekat, ujar Arsul, petinggi partai berlambang Ka'bah itu bakal mengunjungi Partai Demokrat dan PKS. "Ya, tidak tertutup kemungkinan kami ke Pak SBY, ke PKS. Silaturahmi itu kami bangun dengan setiap partai," ujar Arsul.
Sebelumnya, usul penambahan kursi pimpinan MPR datang dari PAN. “Ini adalah politik akomodatif. Sama seperti periode 2014-2019, semua partai di DPR legowo untuk mengadakan tambahan pimpinan di MPR dan DPR,” kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat PAN Saleh Daulay saat dihubungi, Senin 12 Agustus 2019.
Pada Undang-Undang MD3 sebelumnya, komposisi pimpinan MPR periode 2014-2019 memang bertambah dari lima menjadi delapan kursi untuk mengakomodir partai-partai politik yang lolos ke parlemen. Adapun berdasarkan UU MD3 yang berlaku saat ini, pimpinan MPR setelah hasil Pemilu 2019 terdiri atas satu ketua dan empat wakil. Pimpinan dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam satu paket yang bersifat tetap.
Tiap fraksi dan kelompok anggota dapat mengajukan satu orang bakal calon pimpinan MPR. Kemudian, pimpinan MPR dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna MPR. PDIP, Golkar dan PKB menolak usulan tersebut hanya demi mengakomodir sembilan partai yang lolos ke parlemen, plus DPD di paket MPR mendatang.
"Kita harus menjalankan UU MD3. Jangan sebentar-sebentar ada kekhawatiran tak dapat kursi pimpinan, terus mengubah UU," ujar Politikus senior PDIP Hendrawan Supratikno saat dihubungi Tempo.
Hendrawan mengingatkan, hingga saat ini UU MD3 sudah direvisi sebanyak dua kali dan jangan sampai ada revisi ketiga hanya untuk memenuhi hasrat partai-partai politik. "Jangan biarkan birahi politik langsung dikonversi sebagai regulasi. Nanti kita tidak dapat membangun institusi politik yang kredibel," ujar Hendrawan.
DEWI NURITA