TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak tidak bersedia menjelaskan secara tegas sikap dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur ihwal rencana kenaikan cukai rokok sebesar 23 persen. Saat dikonfirmasi, Emil hanya memberikan jawaban mengambang.
“Kami menyuarakan concern terkait hard-landing dan soft-landing, itu saja yang bisa saya katakan,” kata Emil saat ditemui di Museum Nasional, Jakarta Pusat, Senin, 21 Oktober 2019. Saat ini, industri pengolahan tembakau yang menghasilkan rokok, merupakan salah satu penyumbang terbesar ekonomi dan lapangan kerja di Jawa Timur.
Di satu sisi, Emil menghormati kebijakan pembatasan komoditas tembakau yang telah dijalankan pemerintah bertahun-tahun. Tapi di sisi lain, Emil menerima keluhan dari pelaku industri rokok di daerahnya bahwa kenaikan cukai yang besar per 1 Januari 2020 ini akan membuat serapan pasar akan sangat terdampak.
Kenaikan cukai rokok secara drastis inilah yang dikhawatirkan pengusaha. Padahal, kata Emil, para pengusaha tidak mempersoalkan jika cukai tersebut naik di tahun 2019. Dengan demikian, kenaikan bisa dilakukan secara perlahan, atau dengan istilah Emil, short-landing. “Hal-hal ini sudah dikomunikasikan dengan baik oleh Ibu Gubernur (Khofifah Indar Parawansa) kepada pejabat terkait,” kata Emil.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea Cukai, Kementerian Keuangan. Heru Pambudi, memahami ada protes terkait kenaikan cukai rokok 23 persen ini. Namun demikian, kata dia, kenaikan ini sebenarnya tidak terlalu tinggi karena digabung dengan tahun 2019. “Faktanya tahun ini kami tidak menaikkan tarif,” kata Heru saat ditemui di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Sabtu, 14 September 2019.