TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo kembali meminang Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan pada perideo kedua. Hal ini berhasil membawa rupiah ditutup menguat cukup signifikan dan menjadi penguatan terbaik kedua di antara mata uang Asia lainnya.
Analis PT Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan bahwa pergerakan rupiah pada perdagangan kali ini masih dipengaruhi oleh penantian pasar terhadap susunan kabinet menteri Presiden Joko Widodo untuk periode kedua.
“Apalagi Sri Mulyani yang dipastikan kembali menduduki posisi yang sama menjadi Menteri Keuangan menjadi faktor yang cukup signifikan bagi penguatan rupiah. Beberapa muka baru pun berhasil direspons positif oleh pasar,” ujar Deddy Selasa, 22 Oktober 2019.
Dia mengatakan bahwa pasar masih melihat sosok Sri Mulyani cukup penting di tengah ketidakpastian ekonomi global, seperti ancaman resesi Eropa dan perang dagang antara AS dan Uni Eropa. Kepastian Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan dipercaya dapat membawa masuk investor asing ke pasar Indonesia.
Selain itu, Deddy mengatakan rupiah berpotensi untuk menembus ke bawah level Rp 14.000 per dolar AS dan menguji level support Rp 13.960 per dolar AS, level yang terakhir kali disentuh rupiah sejak awal September.
Adapun, pada penutupan perdagangan Selasa, 22 Oktober 2019 rupiah berada di level Rp 14.041 per dolar AS, menguat 0,285 persen atau 40 poin. Rupiah berhasil mempertahankan posisinya menjadi mata uang dengan kinerja terbaik ketiga di Asia sepanjang tahun berjalan 2019 ini.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan bahwa sejauh ini pasar mengapresiasi konfirmasi Sri Mulyani yang tetap menjadi Menteri Keuangan sehingga pengelolaan fiskal diharapkan tetap kredibel dan dapat mendorong kesinambungan fiskal dengan mengoptimalkan ruang fiskal untuk menjadi stimulus bagi perekonomian.
Rekam jejak Sri Mulyani yang dinilai berhasil menjaga defisit fiskal di kisaran 2 persen terhadap PDB dalam beberapa tahun terakhir ini, menjadi sentimen positif bagi pasar.
“Sri Mulyani diperkirakan dapat menjawab tantangan perlambatan ekonomi global serta isu struktural dalam mendorong penciptaan lapangan kerja serta mendorong pemberdayaan UMKM,” ujar Josua.
Selain efek Sri Mulyani, penguatan rupiah juga dipengaruhi optimisme terhadap negosiasi dagang antara AS dan China setelah AS berpotensi membatalkan menaikkan tarif impor produk China yang sebelumnya direncanakan sebelumnya berlaku pada Desember jika negosiasi dagang berjalan baik.
Kendati demikian, Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono mengatakan bahwa meski euforia penantian pengumuman menteri cenderung akan membawa rupiah begerak positif, sesungguhnya untuk jangka panjang rupiah sangat rentan pelemahan terhadap dolar AS.
Kepastian Sri Mulyani melanjutkan perannya menjadi Menteri Keuangan hanya akan menjadi sentimen sesaat bagi rupiah untuk rebound dan tidak bisa diartikan pasar menjadi optimistis untuk 5 tahun ke depan.
“AS saja secara fundamental, statistik, dan siklusnya masih terancam krisis atau resesi ekonomi. Jika itu terjadi jelas bisa masalah bagi Indonesia. Lima tahun ke depan akan menjadi perjalanan yang panjang dan berliku,” ujar Wahyu.