TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani merasa tidak ada masalah, harus bekerja sama dengan Prabowo Subianto di dalam Kabinet Indonesia Maju. Alasannya keduanya bekerja sesuai arahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Ya enggak apa-apa. Kan, kami kerja. Kami bekerja di bawah pimpinan bapak presiden (Jokowi)," katanya singkat usai dilantik di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 23 Oktober 2019.
Sri Mulyani terpilih kembali menjadi Menteri Keuangan di pemerintahan Jokowi periode kedua. Adapun Prabowo menjadi Menteri Pertahanan.
Semasa pemilihan presiden 2019, Prabowo dan Sri Mulyani kerap perang argumen. Prabowo pernah menyebut jika menteri keuangan sebaiknya diganti menjadi menteri pencetak utang.
"Utang menumpuk terus, kalau menurut saya jangan disebut lagi lah ada Menteri Keuangan, mungkin Menteri Pencetak Utang," kata Prabowo di acara Deklarasi Nasional Alumni Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia untuk Pemenangan Prabowo-Sandi di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia Indah 26 Januari lalu.
Saat itu Prabowo menyebut Sri Mulyani gemar dan bangga mencetak utang. Namun, kata dia, yang disuruh membayar utang orang lain.
Atas anggapan Prabowo itu, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti mengatakan bahwa APBN dituangkan dalam Undang-undang yang merupakan produk bersama antara pemerintah dan semua partai yang berada di DPR. Dalam pelaksanaannya pun, Undang-undang APBN dilaporkan secara transparan dan diaudit oleh lembaga independen Badan Pemeriksa Keuangan dan dibahas dengan DPR. "Semua urusan negara ini diatur oleh UU."
Bahkan, tulis Nufransa, pengelolaan dan kredibilitas APBN dan utang juga dinilai oleh lembaga rating dunia yang membandingkan utang dan kualitas kesehatan keuangan negara secara konsisten. Indonesia saat ini termasuk ke dalam kategori investment grade oleh lembaga rating Moodys, Fitch, S&P, RNI, hingga Japan Credit Rating Agency.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Rabu, 23 Januari 2019, memastikan bahwa selama ini pengelolaan utang sebagai instrumen keuangan untuk membiayai anggaran dilakukan secara hati-hati dan bertanggung jawab. "Dibicarakan secara transparan. Bukan ujug-ujug, tidak ugal-ugalan," katanyadi Istana Kepresidenan, Jakarta.
AHMAD FAIZ | BUDIARTI UTAMI