TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pendidikan Mohammad Abduhzen menanggapi lima kebijakan yang akan dilakukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.
Menurut Abduh, lima kebijakan Nadiem Makarim tersebut masih bersifat umum.
"Belum menunjukkan sesuatu yang spesifik," kata Abduh kepada Tempo melalui pesan pendek pada Senin malam, 18 November 2019.
Lima kebijakan Nadiem tadi diungkapkan olejh Kepala BKLM Ade Erlangga dalam acara Fasilitasi Hubungan Kehumasan Kemendikbud di Kuta, Bali, pada Kamis pekan lalu, 14 November 2019.
Kebijakan tersebut pertama, prioritaskan pendidikan karakter dan pengamalan Pancasila. Kedua, potong semua regulasi yang menghambat terobosan dan peningkatan investasi.
Ketiga, kebijakan pemerintah harus kondusif untuk menggerakkan sektor swasta agar meningkatkan investasi di sektor pendidikan.
Keempat, semua kegiatan pemerintah berorientasi pada penciptaan lapangan kerja dengan mengutamakan pendekatan pendidikan dan pelatihan vokasi yang baru dan inovatif.
Adapun kelima, memperkuat teknologi sebagai alat pemerataan baik daerah terpencil maupun kota besar untuk mendapatkan kesempatan yang sama untuk pembelajaran.
Abduh menuturkan pendidikan karakter dan pengamalan Pancasila sudah dijalankan sejak 2010. Pada menteri sebelumnya, Muhadjir Effendy, diterapkan dalam bentuk PPK (Penguatan Pendidikan Karakter).
"Tapi, hasilnya tak begitu tampak. Kami menunggu seperti apa implementasinya, belum jelas arahnya."
Mengenai deregulasi, menurut dia, memiliki arah yang jelas namun masih ada persoalan model dalam peningkatan investasi, terutama dari swasta.
Abduh, yang juga Advisor Paramadina Institute for Education Reform (PIER), sepakat dengan kebijakan Nadiem Makarim yang keempat. Sedangkan kebijakan kelima, dia berpendapat, teknologi harus mengefektifkan pencapaian objektif-objektif operasi pendidikan.