TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo mengatakan bahwa Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengusulkan kembalinya utusan golongan di parlemen. "Pembenahan dan penyempurnaan sistem ketatanegaraan menyangkut dihadirkan kembali utusan golongan dalam lembaga legislatif," kata Bambang dalam keterangan tertulis, Rabu malam, 27 November 2019.
Sistem utusan golongan ini pernah berlaku di zaman Orde Baru hingga tahun 2004. Utusan golongan adalah wakil masyarakat yang berasal dari berbagai profesi dan daerah. Bersama para anggota DPR, mereka duduk menjadi anggota MPR. Sistem ini dihapuskan dan diganti dengan Dewan Perwakilan Daerah melalui amendemen UUD 1945 pada 2002.
Usul itu disampaikan PBNU saat menerima pimpinan MPR di kantor PBNU di Jakarta Pusat pada Rabu, 27 November 2019. Hadir dalam pertemuan itu selain Bambang adalah tiga Wakil Ketua MPR, yakni Jazilul Fawaid, Hidayat Nur Wahid, dan Fadel Muhammad.
Sedangkan jajaran PBNU yang hadir antara lain Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj, Bendahara Umum PBNU Bina Suhendra, Ketua PBNU yang juga Staf Khusus Wakil Presiden Republik Indonesia Robikin Emhas, Ketua PBNU Mochammad Maksum Machfoedz, Wakil Sekretaris Jenderal PBNU yang juga Staf Khusus Wakil Presiden Republik Indonesia Masduki Baidlowi, dan Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Andi Najmi.
Selain mengusulkan utusan golongan, PBNU juga meminta agar presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR. “PBNU juga mendukung kembalinya garis-garis pokok haluan negara (GBHN) melalui amandemen Undang-Undang Dasar 1945,” kata Bambang dalam keterangan tertulis.
Bukan cuma presiden-wakil presiden yang diusulkan kembali dipilih oleh MPR, PBNU juga menyarankan agar pemilihan kepala daerah juga dikembalikan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Menurut Bambang, usul itu hasil Musyawarah Nasional PBNU di Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat, 15-17 September 2012 yang merekomendasikan Indonesia kembali ke sistem perwakilan dalam pemilihan pemimpin nasional dan daerah. "Usul PBNU itu patut dihormati dan bahkan menarik untuk dikaji lebih mendalam," ujar politikus Golkar itu.