Tempo.Co, Jakarta – Direktur Riset Eksekutif Institute Development of Economics and Finance atau Indef Berly Martawardaya memberikan pandangannya terhadap adanya fenomena dobel jabatan yang disandang para direktur di perusahaan badan usaha milik negara atau BUMN. Bos pelat merah umumnya merangkap jabatan menjadi komisaris anak perusahaan.
Menurut Berly, fenomena ini akan membuat masyarakat bertanya-tanya seputar gaji para direktur. “Masyarakat melihat rangkap jabatan itu pasti mikirnya itu gajinya berapa dan lain-lain,” tuturnya di Jakarta, Sabtu, 14 Desember 2019.
Dengan begitu, kata dia, fenomena rangkap jabatan direksi BUMN acap menimbulkan gap atau kesenjangan. Lebih jauh, menurut Berly, fenomena ini seolah-olah dapat mengikis rasa keadilan.
Fenomena rangkap jabatan direksi menjadi komisaris mula-mula terungkap di tubuh perusahaan PT Garuda Indonesia Persero Tbk. Menteri BUMN Erick Thohir secara blak-blakan menyatakan beberapa direktur Garuda Indonesia merangkap jabatan menjadi komisaris bahkan di lebih dari dua anak-cucu perusahaan.
Ia mencontohkan Direktur Utama Garuda Indonesia yang baru-baru ini dipecat, Ari Askhara, ketahuan menyandang sebagai komisaris utama di enam anak perusahaan. Ari menjabat sebagai Komisaris Utama di PT GMF AeroAsia, PT Citilink Indonesia, PT Aerofood Indonesia, PT Garuda Indonesia Air Charter, dan PT Garuda Tauberes Indonesia.
Berly mengatakan, sebenarnya tak masalah direktur merangkap jabatan sebagai komisaris. Namun, ia meminta para bos perusahaan pelat merah menunjukkan kinerja yang optimal.
“Setidaknya tunjukan kinerja dulu. Kalau kinerjanya bagus, masyarakat bisa saja rela bila direksi punya take home pay yang cukup besar,” ucapnya.
Juru bicara Kementerian Badan Usaha Milik Negara atau BUMN, Ferry Andrianto, rangkap jabatan bukan merupakan pelanggaran lantaran telah diatur dalam beleid kementeriannya. Ferry menjelaskan beleid rangkap jabatan dipayungi oleh Peraturan Menteri Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN.
Namun, kata dia, bos perusahaan tidak boleh menerima kompensasi atau gaji lebih dari 30 persen dari gaji utamanya sebagai direktur di induk usaha. “Mau jadi komisaris di dua, tiga, bahkan sampai enam anak usaha, gajinya tetap tidak boleh lebih dari 30 persen dihitung dari gaji utamanya,” ucap Ferry.