Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mereka Kini Berbicara

image-profil

Oleh

image-gnews
Miniseries Unbelievable yang diangkat berdasarkan artikel berita pemenang Pulitzer 2015
Miniseries Unbelievable yang diangkat berdasarkan artikel berita pemenang Pulitzer 2015 "An Unbelievable Story of Rape", ditulis T. Christian Miller dan Ken Armstrong.
Iklan

Sebelum kita berbincang tentang serial mini televisi dahsyat ini, izinkan saya bercerita sedikit tentang masa lalu, sekitar 20 tahun silam, saat saya masih bekerja sebagai reporter.

Saya ditugaskan mengikuti sebuah lokakarya sebuah LSM perempuan yang mengajak para jaksa dan polisi untuk memahami apa yang terjadi jika ada pelaporan perkosaan. Saya ingat, salah satu polisi lantas bertanya:”Tapi bagaimana jika perempuan itu membohong? Soalnya pernah terjadi, ada laporan perkosaan, setelah diselidiki, ternyata itu perbuatan mau sama mau dan ini ternyata ini persoalan si lelaki tak mau bertanggung jawab.”

Saya kagum pada salah seorang kawan yang dengan sabar mengeluarkan angka perkosaan di tahun tersebut yang berani melapor. Artinya, jumlah korban yang tidak melapor berlipat-lipat jumlahnya. Sedangkan laporan yang disebut ‘palsu’ seperti yang dipersoalkan sang polisi itu memang ada, tetapi jumlahnya sangat minim. Saya ingat pula betapa kawan saya itu mencoba menekankan bahwa “kami ingin teman-teman polisi dan jaksa agar bisa lebih sensitif kepada korban. Dia sudah mengalami neraka, dan jika dia melapor, jangan sampai sang korban melalui neraka dua kali.”

Menyaksikan serial “Unbelievable” , sebuah miniseri yang diangkat dari laporan kisah nyata karya T.Christian Miller dan Ken Armstrong ini, saya tak bisa tidak teringat lokakarya ini. Reaksi umum masyarakat pada sebuah kasus perkosaan adalah keraguan dan penuh dengan penghakiman (“kenapa pakai rok mini, itu kan bikin lelaki ngiler; kenapa pulang malam, cari perkara; kenapa digodain mau aja, salah sendiri…”).Pada menit pertama episode perdana miniseri ini, kita langsung bertemu dengan sosok Marie Adler (Kaitlyn Dever) yang berwajah pucat dan diselimuti ibu asuhnya Judith (Elizabeth Marvel) yang menyerahkan secangkir teh. “Itu bala bantuan datang,” kata Judith mengumumkan kedatangan polisi.

Yang disebut ‘bala bantuan’ itu ternyata mengeluarkan serangkaian pertanyaan yang tidak sensitif, dingin. Di mata para investigator, juga di mata Judith, sang ibu asuh, Marie Adler sebagai seorang korban perkosaan tampak “terlalu santai”. Mereka merasa, seorang korban perkosaan lazimnya berperilaku penuh trauma, syok dan sulit disentuh. Sementara Marie kelihatan dingin kuat, tidak berlumuran airmata. Maka laporan perkosaan Marie diragukan kebenarannya oleh para polisi dan juga oleh orang-orang terdekatnya.

Baca Juga:

Miniseries Unbelievable yang diangkat berdasarkan artikel berita pemenang Pulitzer 2015 "An Unbelievable Story of Rape", ditulis T. Christian Miller dan Ken Armstrong.

Adegan pertama yang memancing kemarahan kita ini lantas dilanjutkan dengan sebuah adegan lain yang berlokasi di negara bagian Colorado. Seorang detektif perempuan bernama Karen Duvall mendapat laporan perkosaan yang terjadi pada seorang perempuan dewasa. Perlakuan detektif Karen Duvall terhadap korban sangat sensitif, akomodatif dan manusiawi. Apapun yang keluar dari penjelasan korban akan didengarkan dan dicatat. Sementara di area lain negara bagian yang sama, detektif Grace Rasmusseun (Toni Collette) tengah menyelidiki kasus perkosaan lain lagi.

Ternyata tanda-tanda pemerkosa yang disampaikan ketiga korban itu sama. Si pemerkosa akan menyekap korban berjam-jam, dan diajak berbincang setiap kali habis diperkosa. Untuk beberapa episode ke depan yang menyiksa, kita kemudian menyadari bahwa kedua detektif perempuan yang akhirnya bekerja sama ini sama-sama menyimpulkan terdapat benang merah antara para korban, sehinggakedua detektif yakin bahwa pelaku perkosaan adalah orang yang sama. Problemnya adalah, sama seperti pada institusi manapun yang didominasi lelaki, meyakinkan teori kedua detektif ini –bahwa pemerkosanya adalah satu orang yang sama ---sangat sulit.

Miniseri yang diangkat dari kisah nyata ini bukan hanya layak, tetapi wajib ditonton semua orang, lelaki perempuan, dewasa dan remaja. Dari sisi penggarapan, serial ini mungkin salah satu serial yang paling jelas memberi sikap bagaimana seharusnya kita berhadapan dengan korban perkosaan. Perkosaan harus diibaratkan seperti sebuah pembunuhan jiwa. Korban bukan saja mengalami penghinaan dan penindasan, tetapi jiwa dan daya hidupnya sudah ditikam. Adalah kita, para orang-tua, tetangga, keluarga, kawan, atau siapapun di dalam masyarakt masyarakat yang perlu menghormati dan mendengarkan pengaduan korban sekaligus dan menyediakan ruang dan perlindungan bagi mereka untuk pulih kembali menjadi manusia yang bernyawa.

Pusat cerita film ini adalah Marie Adler, yang sesungguhnya korban perkosaan, tetapi justru dituduh membohongi polisi. Dia kemudian dituntut karena dianggap membohong pihak berwajib dan dikejar-kejar wartawan dan tabloid hiburan, diteror orang-orang sekampungnya, hanya karena para polisi yang memeriksanya tak percaya pada keterangannya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sementara Marie Adler mengalami siksaan masyarakat, detektif Karen dan Grace akhirnya berhasil mampu mengungkap jejak pemerkosa berantai itu. Ketika kedua detektif itu menelepon si polisi yang telah menuduh Marie Adler dengan membawa bukti-bukti, kita juga belajar satu hal lagi: mungkin masih ada orang-orang yang memang kompeten di bidangnya seperti Detektif Grace dan Karen. Mungkin kita masih harus berani percaya pada kebaikan.

Ingin bersikap sinis bahwa kedua deketif itu ‘kebetulan’ perempuan? Tunggu dulu, dalam kisah nyata, memang kedua detektif perempuan itulah yang berhasil menjaring si pemerkosa. Ini persoalan kompetensi dan daya tahan saja.

Para pemain, dua aktris dahsyat yang kurang seperti Toni Collette dan Merritt Wever, ditambah sutradara Lisa Cholodenko dan kreator Susannah Grant, Ayelet Waldma, Michael Chabon membuat miniseri ini sebagai tontonan yang luar biasa.

Keadilan bagi Marie Adler dan para korban lain dari satu kasus ini dituntaskan oleh dua detektif perempuan yang gigih. Tetapi bayangkan masih berapa juta Marie Adler lainnya di dunia ini, termasuk di Indonesia?

Unbelievable 

Kreator: Susannah Grant, Ayelet Waldma, Michael Chabon

Berdasarkan: “An Unbelievable Story of Rape”
oleh T.Christian Miller dan Ken Armstrong; “Anatomy of Doubt” oleh “This American Life”

Pemain: Toni Collette, Merritt Wever, Kaitlyn Dever

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

20 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


22 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

28 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

32 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

47 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

48 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.