TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak dunia naik pada Senin setelah Jenderal Khalifa Haftar menutup dua ladang minyak besar Libya dan pelabuhan ekspor dua hari lalu.
Menurut Reuters, 20 Januari 2020, minyak mentah Brent LCOc1 berjangka naik 74 sen, atau 1,1%, menjadi US$ 65,59 (Rp 895.019) setelah sebelumnya mencapai US$ 66,00 per barel (Rp 900 ribu), harga tertinggi sejak 9 Januari. Harga minyak West Texas Intermediate CLc1 naik 58 sen, atau 1%, pada US$ 59,12 (Rp 806.732) per barel setelah naik ke US$ 59,73 (Rp 815.033), tertinggi sejak 10 Januari.
Dalam perkembangan terakhir dalam konflik berkepanjangan di Libya, di mana dua faksi bermusuhan telah mengklaim hak untuk memerintah negara itu selama lebih dari lima tahun, perusahaan minyak negara Libya National Oil Corporation (NOC) pada hari Minggu mengatakan dua ladang minyak besar di barat daya mulai ditutup setelah pasukan yang setia kepada Tentara Nasional Libya pimpinan Jenderal Khalifa Haftar menutup saluran pipa minyak.
Jika ekspor dihentikan selama periode yang berkelanjutan, tangki untuk penyimpanan akan terisi dalam beberapa hari dan produksi akan melambat menjadi 72.000 barel per hari (bph), kata juru bicara NOC. Libya telah menghasilkan sekitar 1,2 juta barel per hari baru-baru ini.
"Situasi di sana (Libya timur) masih sangat kacau. Empat terminal pelabuhan minyak penting telah diblokir oleh pengunjuk rasa pro-Haftar termasuk kelompok-kelompok bersenjata dan milisi," menurut laporan Al Jazeera.
Khalifa Haftar, komandan militer yang menguasai wilayah timur Ibu Kota Tripoli. Sumber: al-Jazeera
Pada Ahad, negara-negara dunia sepakat pada KTT di Berlin untuk mendukung gencatan senjata di Libya.
Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan sepakat gencatan senjata sementara di Tripoli selama sepekan terakhir harus diubah menjadi gencatan senjata permanen untuk memungkinkan proses politik berlangsung.
"Sektor minyak dan gas adalah sumber kehidupan ekonomi Libya dan satu-satunya sumber pendapatan bagi rakyat Libya," kata Ketua NOC Mustafa Sanalla pada Jumat. "Itu bukan kartu yang harus dimainkan untuk menyelesaikan masalah politik."
"Harga kemungkinan akan tetap dibatasi, mengingat sifat reaktif pasar untuk memudar risiko geopolitik dengan cepat," kata Stephen Innes, ahli strategi Asia Pasifik di AxiTrader.
Di Irak, penjaga keamanan yang mencari kontrak kerja permanen memblokir akses ke ladang minyak al-Ahdab, mendorong penghentian produksi, menurut seorang pejabat anonim, menurut laporan Bloomberg.
Lonjakan harga minyak merupakan respons terhadap berita tentang Libya dan mencerminkan sifat gelisah pasar, tetapi penghentian sementara produksi di Irak lebih signifikan, kata Michael McCarthy, kepala strategi pasar di CMC Markets di Sydney.
Harga minyak juga telah melonjak awal bulan ini setelah Iran membalas pembunuhan AS atas Jenderal Qassem Soleimani sebelum mundur kembali ke tempat mereka pada pertengahan Desember karena pasar mengabaikan ancaman gangguan lebih lanjut.
Anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memiliki kapasitas produksi cadangan setelah memangkas pasokan untuk menopang harga, kata para analis, sementara output non-OPEC diperkirakan akan naik tahun ini, untuk sedikit menambah stok minyak dunia.