TEMPO.CO, Jakarta -Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus tak menampik soal potensi pidana kepada masyarakat yang pernah melakukan aborsi di klinik ilegal yang berada di Jalan Paseban Raya Nomor 61, Senen, Jakarta Pusat.
Dalam 2 tahun masa operasionalnya, sebanyak 903 orang pernah melakukan aborsi di sana. "Masih kami dalami (potensi pidana)," ujar Yusri saat dihubungi, Sabtu, 15 Februari 2020.
Polres Jakarta Pusat menggerebek tempat aborsi ilegal itu pada 11 Februari 2020, setelah mendapat laporan dari masyarakat tentang praktik aborsi ilegal. Polisi kemudian melakukan pengintaian selama beberapa hari, hingga akhirnya melakukan penggerebekan pada Selasa lalu.
Ketika digerebek, polisi menangkap basah dokter, bidan, dan stafnya yang tengah melakukan aborsi terhadap dua pasien. Saat itu, mereka baru saja menggugurkan dua janin.
Dalam penggerebekan itu, polisi menangkap 3 orang yang terdiri dari dokter berinisial MM, perawat berinisial RM, dan seorang karyawan berinisial SI. Para tersangka merupakan residivis kasus yang sama.
"Tersangka pertama yang ditahan MM alias dokter A. Dia ini memang dokter, pernah menjadi PNS di riau, tetapi karena disersi, ga pernah masuk, dipecat," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus kemarin.
Yusri mengatakan para pelaku menyewa rumah tersebut sejak 2018 dengan harga Rp 175 juta oer tahun. Selama 2 tahun beroperasi, sudah ada 1.632 orang datang ke sana dan 903 di antaranya melakukan aborsi. Para pelaku meraup keuntungan hingga Rp 5,4 miliar dari praktik tersebut.
Para pelaku di klinik aborsi ilegal tersebut kini dijerat dengan UU kesehatan, UU tentang Tenaga Kesehatan nomor 26 tahun 2014, UU entang Praktik Kedokteran dengan ancaman hukuman penjara lebih dari 10 tahun.