TEMPO.CO, Jakarta - Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengaku pada awalnya Presiden Joko Widodo atau Jokowi berharap pada dirinya untuk membantu mengawasi sejumlah perusahaan milik negara.
Ketika bertemu di Istana Bogor, kata Ahok, Jokowi menceritakan rencananya membenahi masalah neraca perdagangan. Salah satu alat yang bisa dioptimalkan untuk menyelesaikan masalah itu adalah badan usaha milik negara (BUMN).
Ahok diharapkan bisa membantu mengawasi, entah di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, di Perusahaan Umum Bulog, di PT Pertamina (Persero), atau di PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Dua perusahaan terakhir, yang jika ditotal menguasai 28 persen aset BUMN, paling menarik bagi Basuki.
"Aku bilang, kalau dua-duanya saya gak sanggup, Pak. Saya gak sanggup pegang dua," kata Ahok saat diwawancara Tempo, Kamis, 13 Februari 2020. Ia lalu memilih Pertamina. "Terus gue bilang, kalau oke gimana?" ucap Ahok. Lalu Jokowi meminta Ahok menemui Menteri Sekretaris Negara Pratikno untuk membicarakan lebih jauh tentang hal teknis.
Pembicaraan awal di Bogor itu dilanjutkan Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada itu pula yang kemudian mengatur pertemuan Basuki dan Erick Thohir, yang baru diangkat sebagai Menteri BUMN di kabinet baru Jokowi.
Di luar, kabar Basuki bakal mengisi pos penting di salah satu perusahaan negara berembus kencang setelah dia kedapatan keluar dari kantor Kementerian BUMN seusai pertemuannya dengan Menteri Erick pada Rabu, 13 November 2019.
Beragam spekulasi sempat beredar. Kebetulan, kala itu, Erick memang tengah menyiapkan perombakan manajemen di sejumlah BUMN strategis. Beberapa perusahaan pelat merah juga sedang tak punya direktur utama definitif, seperti PLN setelah Sofyan Basir tersandung kasus dugaan korupsi PLTU Riau 1—belakangan dinyatakan tak bersalah oleh pengadilan.
Basuki mengklaim meminta Erick tidak memberinya mandat sebagai direktur utama. “Kalau dirut, saya enggak boleh nyambi di tempat lain,” ujarnya. Ahok mengaku tengah mengembangkan bisnis jagung dan ayam.
Pria 53 tahun ini menyatakan lebih sreg apabila menempati posisi komisaris utama. Terkait kabar soal ia pernah menyebutkan komisaris tidak bisa melakukan perubahan apa-apa terhadap perusahaan, Ahok membantahnya. "Justru gue bilang selama dirutnya oke, direksinya pada nurut. Bedanya apa gue jadi komut atau dirut? Beda gaji kurang 55 persen aja, kan?" ucapnya.
Namun Ahok kemudian kemudian menegaskan bahwa keputusannya menerima tugas menjadi komisaris Pertamina bukan semata-mata karena gaji besar. "Gue kerja bukan ngincer duit berapa gede. Ini kan bukan bisnis gue. Kira-kira gitu, lah," katanya.
Dari situ, Pertamina menjadi pelabuhan baru Basuki. Ketika mengumumkan penunjukan Ahok, Erick menilai Pertamina membutuhkan Basuki. Tugas berat perseroan itu saat ini adalah mengurangi ketergantungan impor migas dan merealisasi target pembangunan kilang yang terbengkalai. “Kami perlu figur pendobrak,” kata Erick saat itu.
Simak lebih lanjut tulisan tentang Misi Jokowi untuk Basuki di Majalah Tempo Edisi 15 Februari 2020.
PUTRI ADITYOWATI | FRANCISCA CHRISTY ROSANA