TEMPO.CO, Jakarta- Pemerintah akan memperlakukan berbeda terhadap 74 warga negara Indonesia (WNI) awak kapal pesiar Diamond Princess jika mereka dipulangkan dari Jepang dipulangkan. Bila para WNI dari Wuhan diobservasi selama 14 hari, maka WNI awak kapal Diamond Princess akan diobservasi selama dua kali masa inkubasi, yakni 28 hari.
Kebijakan ini diberlakukan karena banyaknya jumlah kasus virus corona yang terkonfirmasi dari kapal pesiar Diamond Princess. Per hari ini, diketahui sudah ada 634 kasus. Kapal pesiar tersebut membawa total 3.711 orang dari berbagai negara, yang terdiri atas 2.666 penumpang dan 1.045 awak.
"Nah, jadi angka positif kemungkinan penyebarannya di atas Wuhan. Angka Wuhan itu 5 persen, sementara di kapal itu 15 persen. Sebab, kapal itu kan kecil, jadi kemungkinan penyebarannya makin besar," ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto di kantornya, Jumat, 21 Februari 2020.
Selain itu, kata Yurianto, karakter klinis penyebaran virus ini juga ditemukan mulai berubah. "Temuan terbaru, pasien positif itu gejalanya lebih ringan, bahkan tidak ada gejala. Nah, ini yang dikhawatirkan, jangan-jangan virus ini sudah bermutasi. Maka dari itu, untuk khusus kasus kapal ini, diberlakukan observasi dua kali masa inkubasi," ujar dia.
Sampai saat ini, 74 WNI kru Diamond Princess masih terperangkap di kapal karena Jepang tidak menyediakan tempat karantina di darat. Pemerintah akan segera memutuskan opsi pemulangan WNI jika Jepang sudah mengeluarkan hasil screening seluruh ABK terkait deteksi Covid-19.
"Hasilnya mungkin diumumkan oleh pemerintah Jepang tanggal 22 besok. Kalau ada yang positif akan dipindahkan ke RS, kalau negatif maka pemerintah Jepang sudah meminta mereka dijemput oleh negara masing-masing," ujar Yuri.
Saat ini ada dua opsi yang disiapkan, yakni lewat jalur laut dengan Kapal Perang Republik Indonesia Suharso milik TNI. Kapal ini berjenis kapal Bantu Rumah Sakit. Opsi kedua, dengan jalur udara telah disiapkan pesawat Garuda, Boeing-737. "Tapi tetap keputusan di tangan Presiden. Sampai saat ini masih belum ada keputusan" ujar Yurianto.
DEWI NURITA