Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Studi: Terumbu Karang di Seluruh Dunia Akan Menghilang pada 2100

Reporter

Editor

Erwin Prima

image-gnews
Kondisi terumbu karang di sepanjang garis transek yang dikenal sebagai One Tree Reef, Pulau Capricorn, Great Barrier Reef, Australia, 29 November 2016. Pemutihan terumbu karang merupakan berubahnya warna alami karang menjadi putih pucat. REUTERS
Kondisi terumbu karang di sepanjang garis transek yang dikenal sebagai One Tree Reef, Pulau Capricorn, Great Barrier Reef, Australia, 29 November 2016. Pemutihan terumbu karang merupakan berubahnya warna alami karang menjadi putih pucat. REUTERS
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah studi baru mengungkap bahwa pemanasan global dan perairan laut yang asam akan membunuh semua terumbu karang pada tahun 2100.

Perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca manusia akan menghilangkan 70 hingga 90 persen terumbu karang selama 20 tahun ke depan.

Terumbu karang paling berisiko dari perubahan yang didorong oleh emisi di lingkungan mereka, menurut sebuah penelitian para ilmuwan Hawaii yang dikutip Daily Mail, 20 Februari 2020.

Proyek restorasi untuk melindungi terumbu karang, termasuk Great Barrier Reef Australia yang panjangnya 1.400 mil (2.253 km), juga akan menghadapi tantangan serius di tahun-tahun mendatang.

Peningkatan polusi manusia di masa depan hanya akan berdampak kecil pada penghapusan habitat terumbu, karena manusia telah menyebabkan kerusakan yang sedemikian luas.

"Pada tahun 2100, ini terlihat sangat suram," kata Renee Setter, seorang biogeografer di Universitas Hawaii Manoa yang mempresentasikan temuan baru itu pada Pertemuan Ilmu Kelautan di California minggu ini.

"Berusaha membersihkan pantai itu bagus dan berusaha memberantas polusi itu luar biasa, kita perlu melanjutkan upaya itu," kata Setter. “Tetapi pada akhirnya, memerangi perubahan iklim adalah hal yang perlu kita dukung untuk melindungi karang dan menghindari tekanan yang berlipat ganda."

Ketika suhu laut meningkat, air yang lebih hangat menekan karang, menyebabkan mereka melepaskan ganggang yang hidup di dalamnya, yang memberi hingga 90 persen energi mereka.

Peristiwa ini menyebabkan komunitas karang yang berwarna cerah berubah putih, sebuah efek yang disebut pemutihan karang. Karang yang memutih tidak mati, tetapi memiliki risiko kematian yang lebih tinggi, dan peristiwa pemutihan ini menjadi lebih umum di bawah perubahan iklim.

Konservasionis telah memperingatkan selama bertahun-tahun tentang bahaya pemutihan karang, yang menewaskan sekitar 30 persen karang Great Barrier Reef pada tahun 2016.

Karang dapat bertahan dari pemutihan jika menerima nutrisi dalam waktu dekat, tetapi jika tidak, dapat menyebabkan kematian dalam beberapa hari, penelitian sebelumnya menunjukkan.

Naiknya suhu laut disebabkan oleh peningkatan gas rumah kaca di atmosfer, seperti CO2. Emisi CO2 yang berlebihan yang disebabkan oleh manusia juga diserap ke laut, membuatnya lebih asam dan memiliki konsekuensi berbahaya bagi kehidupan laut.

Salah satu perkembangan yang menjanjikan adalah upaya ilmiah untuk mentransplantasikan karang hidup yang tumbuh di laboratorium ke karang sekarat di laut.

Diperkirakan karang baru yang tumbuh di laboratorium ini akan meningkatkan pemulihan terumbu karang secara keseluruhan dan membawanya kembali ke keadaan sehat.

Namun, karang yang ditransplantasikan ini seringkali menghadapi tingkat kelangsungan hidup yang rendah karena perencanaan yang buruk dan pemilihan lokasi berdasarkan kenyamanan, kata tim University of Hawaii Manoa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Upaya bantuan terumbu lainnya termasuk memainkan suara ambient dari karang yang sehat melalui pengeras suara untuk memancing ikan muda kembali ke daerah yang rusak.

Dalam studi pemutihan karang, Setter dan rekan-rekannya memetakan wilayah laut mana yang cocok untuk upaya restorasi karang selanjutnya.

Mereka mensimulasikan kondisi lingkungan laut seperti suhu permukaan laut, energi gelombang, keasaman air, polusi, dan penangkapan ikan berlebihan di daerah di mana karang berada.

Mereka menemukan bahwa sebagian besar lautan di mana terumbu karang ada saat ini tidak akan menjadi habitat yang cocok untuk karang sama sekali pada 2045.

Pada pergantian abad berikutnya, simulasi semakin memburuk, dengan sedikit atau tidak ada situs yang cocok pada tahun 2100. "Jujur, sebagian besar situs tidak ada," kata Setter.

Beberapa situs yang masih akan menjadi habitat laut yang layak untuk terumbu karang pada tahun 2100 termasuk sebagian kecil Baja California dan Laut Merah di sebelah timur Afrika, tetapi lokasi-lokasi khusus ini terlalu dekat dengan sungai untuk karang.

Tim mengatakan temuan mereka 'dapat menginformasikan modifikasi yang diperlukan untuk praktik restorasi' serta meningkatkan upaya untuk mengurangi emisi CO2 untuk mencegah hilangnya terumbu karang.

“Mengidentifikasi situs yang lebih cocok di masa depan CO2 atmosfer yang lebih tinggi akan membantu efektivitas program saat ini dan kemungkinan keberhasilan upaya restorasi,” kata mereka.

Lebih dari 5.000 ilmuwan diharapkan untuk mempresentasikan temuan penelitian terbaru tentang lautan dunia di Pertemuan Ilmu Kelautan 2020, yang berlangsung hingga Jumat di San Diego.

Juga minggu ini, para ilmuwan Australia telah memperingatkan bahwa Great Barrier Reef akan mengalami pemutihan massal ketiga dalam waktu lima tahun.

Profesor Terry Hughes, Direktur Pusat Keunggulan Australia untuk Studi Terumbu Karang Australia, mengutip data NASA yang menunjukkan tekanan panas di musim panas Australia.

"Apakah kita akan melihat pemutihan karang massal lagi tahun ini di Great Barrier Reef? 2-3 minggu ke depan sangat penting," tweet Profesor Hughes. Pusat Keunggulan ARC sebelumnya memperkirakan bahwa hanya sepertiga selatan dari Great Barrier Reef yang selamat dari pemutihan karang.

DAILY MAIL | NASA

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Studi Menunjukkan Cahaya Lampu pada Malam Hari Bisa Meningkatkan Risiko Stroke

26 hari lalu

Ilustrasi stroke. healthline.com
Studi Menunjukkan Cahaya Lampu pada Malam Hari Bisa Meningkatkan Risiko Stroke

Studi ini mengeksplorasi hubungan antara paparan polusi cahaya pada malam hari dengan potensi risiko kesehatan otak dan stroke.


KKP Kembangkan Program Adopsi Karang

35 hari lalu

KKP Kembangkan Program Adopsi Karang

Sebagai upaya pelestarian ekosistem terumbu karang yang dapat memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengembangkan program Adopsi Karang.


Ekosistem Laut di Laut Cina Selatan Memprihatinkan

39 hari lalu

Peneliti dan Wakil Direktur Asia Maritime Transparency Initiative CSIS Harrison Prtat. Sumber: istimewa
Ekosistem Laut di Laut Cina Selatan Memprihatinkan

Cukup banyak kerusakan yang telah terjadi di Laut Cina Selatan, di antaranya 4 ribu terumbu karang rusak.


Pembangunan di Laut Cina Selatan Merusak Ekosistem dan Terumbu Karang

39 hari lalu

 acara press briefing bertajuk 'Deep Blue Scars Environmental Threats to the South China Sea' yang diselenggarakan oleh Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) pada Jumat 15 Maret 2024, di Jakarta. Sumber: dokumen IOJI
Pembangunan di Laut Cina Selatan Merusak Ekosistem dan Terumbu Karang

Banyak pembahasan soal keamanan atau ancaman keamanan di Laut Cina Selatan, namun sedikit yang perhatian pada lingkungan laut


Studi: Pengguna Instagram dan Snapchat Cenderung Ingin Operasi Kosmetik

45 hari lalu

Logo Instagram. Kredit: TechCrunch
Studi: Pengguna Instagram dan Snapchat Cenderung Ingin Operasi Kosmetik

Hasil studi menunjukkan adanya korelasi penggunaan Instagram dan Snapchat terhadap keinginan untuk operasi kosmetik.


Studi Queen Mary University of London Ungkap Dampak Baik Puasa bagi Tubuh Manusia

51 hari lalu

Umat muslim menikmati makanan dalam acara buka puasa selama bulan suci Ramadhan, di Katedral Manchester, di Manchester, Inggris, 29 Maret 2023. REUTERS/Molly Darlington
Studi Queen Mary University of London Ungkap Dampak Baik Puasa bagi Tubuh Manusia

Peneliti di Queen Mary University of London membuat studi soal bagaimana puasa berdampak bagi tubuh manusia.


Studi Baru Ungkap Dampak TikTok terhadap Kesejahteraan Mental Remaja

19 Februari 2024

Studi Baru Ungkap Dampak TikTok terhadap Kesejahteraan Mental Remaja

Studi baru Universitas Normal Tianjin Cina mengungkap dampak TikTok terhadap kesejahteraan mental remaja.


Hasil Studi: Pengalaman Bullying Bisa Tingatkan Risiko Kesehatan Mental Anak hingga 3 Kali Lipat

18 Februari 2024

Ilustrasi Persekusi / Bullying. shutterstock.com
Hasil Studi: Pengalaman Bullying Bisa Tingatkan Risiko Kesehatan Mental Anak hingga 3 Kali Lipat

Sebuah penelitian telah menemukan bahwa anak-anak yang menjadi korban bullying berisiko tiga kali lipat mengalami masalah kesehatan mental.


Studi: Perbedaan Politik Mungkin Membuat Tetangga Pindah Rumah

17 Februari 2024

Petugas Satpol PP menertibkan Alat Peraga Kampanye (APK) Pemilu 2024 di Kawasan Jalan Margonda Raya, Depok, Jawa Barat, Rabum, 24 Januari 2024. Petugas gabungan yang terdiri dari Bawaslu, Satpol PP, DLHK, Dishub, dan Polres Metro Kota Depok melakukan penertiban Alat Peraga Kampanye (APK) Pemilu 2024 yang dianggap menyalahi aturan dan mengganggu ketertiban umum. TEMPO/M Taufan Rengganis
Studi: Perbedaan Politik Mungkin Membuat Tetangga Pindah Rumah

Hasil studi peneliti dari University of Virginia menemukan bahwa perbedaan pandangpolitik dengan tetangga bisa membuat seseorang pindah rumah.


Studi Temukan Hubungan antara Kebiasaan Mengupil dengan Penyakit Alzheimer

10 Februari 2024

Ilustrasi anak mengupil. Shutterstock.com
Studi Temukan Hubungan antara Kebiasaan Mengupil dengan Penyakit Alzheimer

Penelitian ini menyoroti bagaimana tindakan yang tampaknya tidak berbahaya seperti mengupil bisa berkontribusi terhadap perkembangan Alzheimer.