TEMPO.CO, Jakarta - Konsultan Paru Sub Infeksi RSUP Persahabatan, Erlina Burhan, mengatakan masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan karena virus corona bisa menular bila terjadi kontak langsung dengan orang yang sudah lebih dulu mengidap corona.
Namun, pada beberapa kasus, seorang yang mengidap virus corona tidak menunjukkan gejala apapun. Erlina mengatakan bahwa corona sangat pintar karena virus ini mungkin tidak membuat sakit seseorang yang memiliki daya tahan tubuh baik, tetapi bisa bersembunyi di tubuh seseorang. Kemudian, virus pun akan ditransfer kembali kepada orang-orang dengan daya tahan tubuh lemah.
Beberapa cara dapat dilakukan untuk mencegah penularan virus corona, mulai dari social distancing, menjaga pola hidup sehat, istirahat yang cukup, menjaga asupan gizi seimbang, hingga mengonsumsi berbagai vitamin, suplemen, dan jamu untuk menjaga daya tahan tubuh.
“Bila seseorang memiliki antibodi yang kuat, maka virus corona tidak dapat melumpuhkan tubuh,” ujarnya.
Prof. Dr. Chairul A. Nidom, Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin dari Professor Nidom Foundation (PNF), sebagai salah satu sosok yang terlibat langsung saat penanganan wabah flu burung beberapa tahun lalu, menjelaskan bahwa COVID-19 seperti juga Flu Burung merupakan wabah internasional atau global.
Namun, Flu Burung tidak pandemi karena penularannya tidak secepat COVID-19. Jumlah yang terinfeksi pun tidak terlalu banyak tetapi risiko kematiannya bisa sampai 83,9 persen. Sementara COVID-19 lebih cepat penyebarannya karena bisa menular melalui kontak langsung antar sesama manusia.
“Penting bagi masyarakat untuk selalu menjaga daya tahan tubuh agar terhindar dari ancaman COVID -19. Salah satu bahan alami yang dapat digunakan untuk memelihara daya tahan tubuh adalah temulawak atau Curcuma xanthorrhiza Roxb yang mengandung curcumin,” terangnya.
Temulawak sudah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan pengobatan penyakit, serta pada masa pemulihan.
Terkait infeksi virus COVID-19, Nidom menjelaskan bahwa curcumin dalam temulawak mampu mengendalikan produksi sitokin akibat dari satu sel yang terinfeksi oleh virus, baik itu virus infuenza maupun COVID-19.
Sitokin adalah protein yang dihasilkan sistem kekebalan tubuh. Bila terpapar virus terus menerus bisa terjadi badai sitokin yang membuat paru-paru padat dan kaku sehingga terjadi sesak napas, bahkan gagal napas dan bisa berlanjut pada kematian.
Nidom mengungkapkan dalam penelitian yang dia lakukan pada 2008, curcumin pada temulawak mampu mengendalikan sitokin inflamatori sehingga tidak terjadi badai sitokin. Hasil penelitian Nidom ini sejalan dan memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan, bahwa temulawak yang mengandung curcumin memiliki efek terhadap daya tahan tubuh yaitu sebagai imunomodulator.
Varalaksmi (2008) melalui penelitian juga menyatakan bahwa curcumin dapat memodulasi sistem daya tahan tubuh dengan cara meningkatkan kemampuan proliferasi sel T. Penelitian bio-informatika yang dipublikasikan pada Maret 2020 dan kepustakaan terbaru telah menyebut bahwa curcumin merupakan salah satu kandidat antivirus SARS-CoV-2.
Diharapkan curcumin yang terkandung pada temulawak mampu meningkatkan ekspresi ACE2 bentuk bisa larut yang dapat menghambat terjadinya ikatan antara protein virus dengan ACE2 bentuk fixed pada permukaan sel inang, di mana ACE 2 merupakan sel inang bagi COVID-19.
Sementara itu, Inggrid Tania, Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisonal dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) menjelaskan secara fungsional, ada dua bentuk ACE2 yaitu bentuk fixed (menempel pada permukaan sel) dan soluble (bentuk bebas dalam darah).
ACE2 bentuk soluble diproyeksikan menjadi salah satu kandidat antivirus corona melalui mekanisme interseptor kompetitif yang mencegah ikatan antara partikel virus dengan ACE2 pada permukaan sel inang.
Menurut Inggrid, temulawak sudah dikonsumsi masyarakat Indonesia selama berabad-abad. Berdasarkan bukti empiris, ilmiah, dan klinis, temulawak terbukti aman dan memberikan manfaat daya tahan tubuh.
Berbagai penelitian, terutama penelitian in-vitro dan praklinis di dunia terhadap curcumin menunjukkan bahwa zat ini bersifat antiperadangan, antivirus, antibakteri, antijamur, dan antioksidan.
Sementara itu, Raphael Aswin Susilowidodo, VP Research and Development SOHO Global Health, menganjurkan masyarakat untuk menggunakan temulawak yang telah diekstrak. Penggunaan temulawak yang telah diekstrak menurutnya lebih efektif menjaga kesehatan tubuh karena kadar curcuminnya lebih terukur sehingga sesuai dengan kebutuhan tubuh.