Tempo.Co, Jakarta - Pemerintah tengah mengkaji ulang adanya larangan pengangkutan penumpang bagi pengemudi ojek online di Jakarta setelah kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diterapkan. Direktur Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Ahmad Yani mengatakan persoalan itu sedang dibahas oleh tim Kementerian Kesehatan.
"Kemarin sudah dirapatkan bersama soal larangan pengemudi ojek online mengangkut penumpang itu. Hari ini, teman-teman dari Kementerian Kesehatan akan memformulasikan," ujar Yani kepada Tempo, Kamis, 9 April 2020.
Yani mengatakan, sebelumnya, sejumlah kementerian dan lembaga mengusulkan agar pembatasan pengangkutan penumpang dikecualikan bagi kendaraan bermotor, termasuk ojek online. Usulan itu muncul dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek, serta Kementerian Kemaritiman dan Investasi.
Permintaan adanya pengecualian aturan itu dilatari alasan kesejahteraan. "Kalau angkutan yang lain dikurangi 50 persen kapasitas penumpangnya, ojek online ini kan jadi enggak ada penumpangnya sama sekali," ujar Yani.
Meski demikian, seumpama usulan terhadap adanya pengecualian aturan itu disetujui Kementerian Kesehatan, pemerintah akan memastikan protokol keamanan bagi pengendara sepeda motor terpenuhi. Misalnya penggunaan alat perlindungan diri (APD) seperti masker hingga sanitizer.
Kementerian Kesehatan sebelumnya telah menyetujui penerapan PSBB untuk Jakarta sebagai wilayah zona merah penyebaran virus corona. Dengan demikian, PSBB akan mulai efektif pada 10 April nanti. Dalam masa PSBB, pemerintah berhak membatasi mobilisasi warga, termasuk dengan angkutan umum dan angkutan khusus seperti ojek online.
Ketua Presidium Nasional Garda Indonesia Igun Wicaksono telah meminta pemerintah mempertimbangkan kembali aturan pelarangan mengangkut penumpang bagi pengemudi ojek online. Ia juga mendesak pemerintah dan aplikator memberikan bantuan langsung tunai atau BLT bila aturan itu tak diperbarui.
"Penghasilan kami sebagian besar akan turun. Angkutan penumpang memiliki komposisi 70 persen dari total penghasilan kami sehari-hari," ujar Igun dalam pesan pendek kepada Tempo, Rabu, 8 April 2020.
Igun mengatakan, saat ini pendapatan dari pesan layanan antar makanan tak akan menutup kerugian terhadap diberhentikannya layanan penumpang. Meski ada kenaikan tarif layanan antar makanan, ia memastikan besarannya tidak terlampau signifikan.