TEMPO.CO, Jakarta - Museum Kemenangan Perang Tanah Air atau Victorious Fatherland War Museum merupakan salah satu destinasi wisata utama di Korea Utara. Bila ingin tahu sejarah leluhur Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un yang dikabarkan sakit, di sinilah tempatnya. Museum ini bercerita mengenai heroisme bapak Kim Jong Un, Kim Jong-il (1941–2011) dan kakeknya, Kim Il-sung (1912–1994).
Tentu, cerita besar dari museum yang luas itu, didedikasikan untuk kemenangan Korea Utara melawan musuh-musuh imperialisnya, terutama Jepang dan Amerika, sebagaimana dinukil dari Atlas Obscura. Bahkan, ada sesi khusus untuk menceritakan kemenangan Korea Utara atas Amerika Serikat – semisal kapal mata-mata AS, USS Pueblo.
USS Pueblo yang berhasil ditawan itu, masih menampakkan bekas lubang peluru dan kacanya yang pecah dihajar kanon Korea Utara. Dan pengunjung dapat naik ke atas kapal dan mendengarkan kisah dramatis tentang bagaimana USS Pueblo berhasil ditawan. Tentu saja, kru yang ditahan selama 11 bulan bersama siksaannya tak akan diperdengarkan.
Di dalam gedung Victorious Museum War terdapat diorama 360 derajat mengenai Pertempuran Daejon, lengkap dengan prilaku Amerika yang menyebabkan Korea menjadi dua negara -- dan berharap kesuksesan reuni. Pramuwisata museum ini adalah militer berseragam dinas, yang bercerita dengan berapi-api mengenai Amerika.
Alat-alat perang Amerika Serika yang berhasil dirampas Korea Utara. Foto: @uritours
Penangkapan Kapal USS Pueblo
USS Pueblo yang ditangkap pada 23 Januari 1968, jadi satu-satunya kapal Angkatan Laut AS yang ditawan oleh pemerintah asing dalam jangka waktu yang lama. Dinukil dari History, penangkapan Pueblo menciptakan "Pueblo Crisis", yang merupakan salah satu insiden besar dalam Perang Dingin tetapi tidak banyak diketahui. Insiden ini setara dengan temuan penempatan rudal nuklir di Kuba oleh Uni Sovyet yang memicu Krisis Rudal Kuba pada 1962.
Krisis Pueblo cepat menguap karena seminggu kemudian, Amerika Serikat menyerang secara besar-besaran Vietnam, yang memicu Perang Vietnam yang berkepanjangan. Dan USS Pueblo dilupakan.
Pada saat penangkapan, Korea Utara menyatakan bahwa kapal telah masuk ke perairan teritorial mereka. Tetapi Amerika Serikat menyatakan bahwa kapal itu berada di perairan internasional. Jarak antara USS Pueblo dengan pantai Korea Utara mencapai 16 mil laut.
Pueblo awalnya didekati oleh pemburu kapal selam dan merasa nasionalismenya ditantang, kru merespons dengan mengibarkan bendera Amerika Serikat. Kapal DPRK malah kian agrasif. Mereka memerintahkan USS Pueblo untuk mundur atau ditembaki.
USS Pueblo berusaha untuk putar haluan tetapi diserang oleh kapal selam, tiga kapal torpedo, dan dua pesawat tempur MiG-21. Merasa dijepit, USS Pubelo yang bukan kapal tipikal perusak itu, menyerah dijepit dari laut dan udara.
Kapal itu dilabuhkan di Wonsan dan para kru dipindahkan ke kamp-kamp tawanan perang (PoW). Dalam tawanan, mereka disiksa dan dibiarkan kelaparan. Saat foto untuk propaganda, para awak kapal diam-diam memberi kode jari pada foto. Hal itu membuat militer Korea Utara meningkatkan penyiksaan terhadap mereka.
Kapal mata-mata Angkatan Laut AS, USS Pueblo yang ditawan oleh Korea Utara pada saat Perang Dingin. Foto: Andrasta/Atlas Obscura
Setelah dibebaskan mereka, disitir dari Atlas Obscura, beberapa kru menyatakan bahwa mereka telah kelaparan dan disiksa secara teratur ketika berada di tahanan Korea Utara.
Komodor Lloyd M. Bucher, Komandan USS Pueblo, disiksa dan kerap dihadapkan kepada regu tembak dengan peluru kosong, sebagai upaya untuk memaksanya mengaku. Cara itu tak mempan untuk membuka mulut Bucher.