TEMPO.CO, Jakarta - Nasabah PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (WanaArtha Life) yang tergabung dalam Forum Nasabah Wanaartha (Forsawa) meminta Otoritas Jasa Keuangan untuk memerintahkan perusahaan asuransi agar membayar kewajibannya kepada nasabah.
Humas Forsawa, Freddy Handojo, menuturkan nasabah pemegang polis asuransi jiwa di Wanaartha Life sejak Februari 2020 tidak lagi mendapatkan manfaat Nilai Tunai. Khususnya, para pemegang polis produk Wal Invest dan Wana Saving Plus yang besarannya bervariatif dari masa berlaku antara 8 persen - 10 persen
Selain Manfaat Nilai Tunai, pencairan polis yang jatuh tempo ataupun bagi pemegang polis yang meninggal juga tidak bisa dilakukan. "Wanaartha beralasan tidak bisa melakukan pembayaran dikarenakan rekening efeknya diblokir oleh Kejaksaan sejak Januari 2020 dikarenakan kemungkinan terlibat dalam Kasus Jiwasraya," ujar Freddy kepada Tempo, Kamis, 2 Juli 2020.
Kendati demikian, kala itu, kata Freddy, manajemen menyatakan bahwa Wanaartha tidak terlibat dengan Kasus Jiwasraya dan dalam waktu dekat akan dibebaskan. Sehingga, pembayaran nilai manfaat dan polis akan kembali berjalan. Namun, ia mengatakan hingga saat ini pembayaran belum dilakukan kembali.
Freddy menuturkan saat ini nasabah Wanaartha yang tergabung dalam Forsawa berjumlah sekitar 125 orang. Adapun total dana nasabah dari anggota forum saja berkisar Rp 200-300 miliar.
Menurut Freddy, manajemen menginformasikan bahwa ketersangkutan Wanaartha dalam kasus yang menjerat Benny Tjokrosaputro itu adalah lantaran perseroan pernah memiliki saham PT Hanson yang dibeli dengan mekanisme pasar modal.
Saham itu, tutur Freddy, kemudian dijual dan memperoleh keuntungan. "Namun keuntungan ini disangkakan merupakan hasil dari tindak pidana korupsi," kata dia. Karena itu, ia pun menyayangkan sikap manajemen yang sangat tertutup akan informasi penyitaan ini. Nasabah selama ini hanya berkomunikasi melalui agen.
Perkembangan berikutnya, Freddy menuturkan bahwa manajemen pun berupaya melakukan praperadilan terhadap blokir dari Kejaksaan Agung. Namun, pada 11 Mei 2020 status blokir meningkat menjadi sita. Praperadilan pun berlangsung pada 8 Juni dan selesai 19 Juni dengan hasil tidak diterima atau gugur.
Praperadilan tersebut gugur dengan alasan persidangan kasus Jiwasraya sudah berjalan pada 3 Juni 2020. Meskipun, permohonan praperadilan sudah dilakukan sejak April 2020.
"Praperadilan gugur kendati para saksi menjelaskan bahwa di dalam rekening efek yang disita, di dalamnya terdapat Dana Nasabah. Saat ini rekening efek sudah dibuka, namun dana di dalamnya disita dan diletakkan dalam rekening penampung di KSEI," kata Freddy.
Atas kondisi tersebut, Freddy berujar para pemegang polis menghendaki agar Hukum di Indonesia ditegakkan, dana nasabah dikembalikan ke Wanaartha dan kembali kepada para nasabah.
"Dana nasabah yang ada di dalam Rekening Efek bukanlah hasil dari korupsi melainkan dari hasil jerih payah masing-masing pemegang polis," tutur dia. "Bilamana memang Wanaartha bersalah, maka jangan nasabah yang menerima getahnya, kami percaya pemimpin Indonesia akan mendukung nasabah."
Saat ini, menurut Freddy, bagi polis nasabah yang sudah jatuh tempo, disarankan Management untuk diperpanjang selama satu tahun tanpa ada kejelasan pembayaran manfaat dan polis. Namun, tidak semua pemegang polis mau melakukannya lantaran sudah hilang kepercayaan kepada manajemen.
"Nasabah mendorong OJK untuk memberikan arahan ke Wanaartha untuk dapat memenuhi kewajibannya, tidak seperti saat ini dimana Wanaartha terkesan melepaskan tanggung jawabnya. Selain itu, Nasabah berharap kepada sidang Jiwasraya untuk melepaskan sita terhadap dana di rekening efek milik Wanaartha sehingga dana nasabah bisa dikembalikan," ujar dia.