TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyayangkan Indonesia tidak memiliki dokumentasi detail saat menghadapi krisis dari masa ke masa.
"Sayangnya di Indonesia hal itu tidak ada dokumentasinya. Saya sebagai Menkeu sangat menyadari banyak hal yang terjadi di republik ini kita tidak meng-capture-nya secara detail," kata Sri Mulyani dalam peluncuran buku Terobosan Menghadapi Perlambatan Ekonomi secara virtual, Sabtu, 4 Juli 2020.
Dalam kesempatan itu, dia mengamati APBN merupakan salah satu esensi yang sangat penting dan hampir identik dengan jatuh bangunnya Indonesia.
Pada masa presiden pertama, Sukarno, kata dia, tidak memiliki kemewahan menyusun APBN. "Karena masa itu dari memperjuangkan kemerdekaan, membangun Indonesia dari nol, dengan tata kelola, dengan peraturan perundang-undangan semuanya adalah masih legacy dari masa penjajahan," ujarnya.
Peraturan perundang-undangan pada masa itu, kata dia, belum memadai. Padahal Indonesia harus berdiri tegak sebagai negara yang merdeka dengan cita-cita yang luar biasa. Hal itu tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 dengan dasar Pancasila.
Kemudian zaman presiden kedua Soeharto, dia melihat kebijakan fiskal yang bertujuan untuk mengejar cita-cita kemerdekaan secara cepat
"Namun dengan institutional stepping yang masih sangat fluid, dan itu menghasilkan berbagai hal implikasi, yaitu bagaimana kemudian Indonesia menghadapi krisis fiskal yang menyebabkan kita harus melakukan negosiasi terhadap banyak kreditor pada pertengahan tahun 60-an," kata dia.
Kemudian periode Orde Baru, Sri Mulyani melihat, teknokrat memiliki milestone luar biasa dari mulai reformasi di bidang keuangan negara, yaitu melalui balance budget di mana defisit hanya boleh dibiayai oleh utang yang berasal dari bilateral dan multilateral.
Di masa itu lah, kata dia, disiplin menimbulkan suatu stabilitas. Di sisi lain kemudian muncul Indonesia termasuk text book case yang bisa mengelola booming minyak tahun 70-80 an awal menjadi program pembangunan yang menciptakan pemerataan pengurangan kemiskinan.
Kemudian muncul era reformasi yang itu merupakan era turbulensi. Pada masa itu, dia mengakui adalah suatu masa dalam sangat sempit. Di mana Indonesia banyak sekali membangun perundang-undangan baru di dalam semangat reformasi.
Undang-undang itu mulai dari mulai UU Bank Indonesia menjadi independen, UU Keuangan Negara, Perbendaharaan Negara, UU BPK, UU Hubungan Keuangan Pusat Daerah, Desentralisasi Fiskal, UU Perbankan, UU Korporasi, UU Persaingan usaha. Menurutnya, itu semuanya adalah pondasi dari ekonomi modern Indonesia yang dibangun dalam waktu luar biasa singkat oleh Presiden ketiga, BJ Habibie.
"Dan kemudian oleh presiden selanjutnya harus melaksanakan. Saya kebetulan menjadi menteri keuangan tahun 2005 akhir, hingga 2010, itu kalau orang Jawa bilang ketiban sampur. Karena banyak UU itu dibuat pada akhir 1990 dan awal 2000, dan implementasinya dimulai pada saat pemerintahan Bapak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono)," ujar Sri Mulyani.
HENDARTYO HANGGI