TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo tak mempersoalkan bekas penyelundup benih lobster yang kini resmi berbisnis setelah adanya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 yang melegalkan ekspor benur.
"Bagi saya masa lalu, adalah masa lalu. Yang jelas sekarang saya melihat dari sisi aturan, sisi keamanan lingkungan, dan keberlangsungan," ujar Edhy, dinukil dari artikel di Majalah Tempo Edisi Senin, 6 Juli 2020.
Ia mengatakan melegalkan ekspor bayi lobster lebih baik ketimbang diselundupkan. Sehingga, aktivitas jual beli tersebut bisa dan terdata. Yang terpenting, kata Edhy, para pelaku usaha benur itu bisa menaati aturan yang berlaku.
"Dulunya penyelundup, secara prinsip mereka ini enggak bermasalah kan? Daripada mereka menyelundup, bukankah lebih baik mereka didata kemudian terkontrol. Yang penting ke depan mereka ini menuruti aturan, kalau enggak menuruti aturan, saya cabut," ujar Edhy.
Salah satu orang yang terkait dengan penyelundupan benih lobster dan kini resmi berbisnis adalah Buntaran. Dia adalah pegawai negeri sipil yang dipecat Kementerian Kelautan dan Perikanan era Menteri Susi Pudjiastuti pada 2017 setelah divonis 10 bulan penjara dalam perkara penyelundupan benih dan pencucian uang. Pada Pemilu 2019, dia menjadi calon anggota DPR dari Gerindra untuk daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat 2, tapi gagal.
“Saya enggak tahu jumlahnya berapa. Tapi itu semua duit nelayan yang jual benih. Duit keluar-masuk, bukan duit saya,” tutur Buntaran ketika Tempo menyinggung temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang dulu mendapati tabungannya berisi Rp 195 miliar.
Buntaran mengaku mengelola usaha budi daya dan jual-beli benih untuk dua perusahaan yang baru-baru ini ditetapkan sebagai eksportir oleh Kementerian Kelautan, yakni PT Alam Laut Agung dan UD Bali Sukses Mandiri. Di UD Bali Sukses Mandiri, Buntaran menyatakan bermitra dengan pembudi daya lobster di Lombok Timur, NTB.
Di sinilah, kata Buntaran, Bali Sukses Mandiri menyerahkan pengelolaan pembudidayaan benih kepada Bahraen Hartoni, bekas penyelundup benur lain yang pernah ditangkap pada 2017. Bahraen kini menjadi Manajer Operasional PT Aquatik Sslautan Rejeki, satu dari sembilan perusahaan yang mendapat penetapan sebagai eksportir gelombang pertama. “Saya minta tanggung jawab Bahraen karena dia yang bikin kandangnya,” ucap Buntaran.
Bahraen tidak merespons ketika dihubungi Tempo untuk meminta klarifikasi perannya di Aquatik dan kerja sama dengan Buntaran di Lombok Timur. Namun Kantor Berita Antara pernah mengutip keterangan Bahraen sebagai Manajer Operasional Aquatic Sslautan. Dia menyebutkan ada 15 mitra perseroan yang tersebar di seluruh perairan NTB, dari Lombok, Sumbawa, hingga Dompu. “Untuk kuota ekspor, perusahaan kami mengajukan 25 juta ekor,” kata Bahraen di Sekotong, Lombok Barat, seperti dikutip Antara, Rabu, 24 Juni lalu.
Edhy Prabowo menjamin penetapan eksportir benih lobster, termasuk yang berkaitan dengan politikus, telah melalui prosedur yang baku, tanpa keistimewaan. “Semua proses kan ada panitianya. Saya minta siapa saja wajib dilayani,” ujarnya lewat sambungan telepon pada Jumat malam, 3 Juli lalu. “Semua yang diberi izin itu yang sudah menyiapkan budi dayanya.”
Jumlah perusahaan eksportir benur lobster terus bertambah semenjak Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menerbitkan aturan yang memperbolehkan praktik ekspor benih lobster tersebut beberapa waktu lalu. Saat ini, jumlahnya telah mencapai 30 perusahaan. Mereka terdiri dari atas 25 perseroan terbatas (PT), 3 persekutuan komanditer (CV), dan 2 usaha dagang (UD).
Baca artikel selengkapnya di Majalah Tempo edisi Senin, 6 Juli 2020.