TEMPO.CO, Jakarta - Biro Investigasi Federal Amerika Serikat atau FBI meringkus seorang remaja berusia 17 tahun sebagai tersangka utama kasus peretasan akun Twitter yang terjadi bulan lalu. Korban atau pemilik akun yang dibajak dan kemudian digunakan untuk penipuan bitcoin itu puluhan figur terkenal di dunia selebritas, CEO perusahaan teknologi, dan politik pemerintahan di Amerika Serikat.
Remaja itu disebutkan bernama Graham Ivan Clark asal Tampa, Florida, Amerika Serikat. Clark yang baru lulus SMA ditangkap di apartemennya pada Jumat waktu setempat. Bersamanya, ikut ditetapkan tersangka Mason John Sheppard (19) asal Inggris Raya yang juga telah ditangkap dan Nima Fazeli (22) dari Orlando, Florida, yang masih buron.
The New York Times, dikutip Sabtu 1 Agustus 2020, menulis bahwa Clark disangka dengan 30 tuduhan tindak kejahatan, termasuk penipuan. Disebutkan pula bahwa meski baru berusia 17 tahun, Clark akan akan dihukum sebagai orang dewasa. Adapun Sheppard dan Fazeli dituduh membantu Clark.
Pengacara negara bagian Florida yang menangani kasus ini, Andrew Warren, menyebut Clark cukup berpengalaman sebagai hacker hingga berhasil menembus jaringan Twitter tanpa terdeteksi. Dia menjelaskan modus remaja itu menipu dan meyakinkan seorang pegawai admin Twitter sebagai seorang pekerja di departemen teknologi dan memerlukan akses untuk masuk ke portal layanan konsumen.
"Dia lalu mencuri informasi penting agar bisa masuk ke sistem internal platform tersebut," katanya.
Setelah masuk sistem internal, peretas menyetel ulang kata kunci akun. Peretas mencuit dari 45 akun yang diretas, mengakses kotak pesan 36 akun dan mengunduh informasi dari tujuh akun. Clark meminta pengikut akun-akun terverifikasi, antara lain milik Elon Musk dan Barack Obama, untuk mengirimkan uang dalam bentuk bitcoin.
New York Times menuliskan penipuan tersebut menjaring uang senilai lebih dari 180 ribu dolar AS. Sementara laman Cnet, mengutip keterangan dari Departemen Kehakiman AS, melaporkan terdapat lebih dari 400 transfer senilai lebih dari 100 ribu dolar AS yang menjadi korban penipuan tersebut.
Modus adanya pegawai yang terpedaya sebelumnya telah dijelaskan Twitter yang meyakinkan bahwa tidak ada kata sandi yang telah dibobol hacker. Sedang dugaan 'kriminal biasa'--bukan kejahatan negara tertentu--sebelumnya juga telah terendus sejumlah analis lewat sebuah iklan yang pernah tayang di situs web pasar digital 'abu-abu' yang memfasilitasi perdagangan akun.