TEMPO.CO, Jakarta - Forum Indonesia untuk Transparan Anggaran alias Fitra menyebut kebijakan bantuan gaji bagi pegawai berpendapatan di bawah Rp 5 juta per bulan rentan tidak tepat sasaran. Kebijakan tersebut juga berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial.
"Skema ini bagus untuk melindungi pekerja dan membantu perusahaan tetap berjalan, tidak melakukan PHK, tapi potensi masalahnya ada pada data pekerja yang menjadi dasar pemberian bantuan, yang akan berbasis data peserta BPJS ketenagakerjaan," ujar Sekretaris Jenderal Fitra Misbah Hasan dalam keterangan tertulis, Sabtu, 8 Agustus 2020.
Misbah mengatakan saat ini banyak perusahaan belum mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS ketenagakerjaan. Sehingga, ada potensi banyak pekerja yang mestinya menerima tapi justru tidak menjadi sasaran program karena tidak terdaftar.
Selain itu, Misbah berujar bahwa selama ini umum diketahui adanya praktek perusahaan sering melaporkan gaji karyawannya di bawah nilai gaji sebenarnya. Hal tersebut bertujuan mengurangi nilai kewajiban pembayaran iuran BPJS.
"Artinya ada potensi penerima bantuan ini justru mereka yang pendapatannya sebenarnya sudah tinggi di atas Rp 5 juta, bukannya mereka yang belum terdaftar di BPJS," kata Misbah.
Kerentanan lainnya adalah bahwa penerima bantuan ini bisa saja pegawai dari perusahaan besar yang selama ini mengemplang pajak, atau juga perusahaan yang sudah mendapat insentif Pemulihan Ekonomi Nasional. Sehingga, perusahaan tersebut bisa mendapat keuntungan ganda dari kebijakan ini.