TEMPO.CO, Jakarta - Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus menilai cekaknya kondisi ekonomi menjadi faktor utama yang mendorong berbagai klinik aborsi bermunculan.
“Faktor ekonomi paling utama mendorong tersangka, buka klinik seperti ini juga sangat menguntungkan,” kata Yusri dalam konferensi pers penggerebekan klinik aborsi di Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat, Rabu, 23 September 2020.
Yusri mengatakan, hal inilah yang menyebabkan tidak adanya efek jera dari penangkapan. Mereka tetap saja praktek atau membuka klinik ilegal tersebut beroperasi. “Biasanya setelah satu ditangkap, sisanya tiarap semua sementara,” tambahnya.
Mengenai hal ini, Yusri mengatakan, polisi selalu bekerjasama dengan berbagai unsur masyarakat seperti aparat daerah dan Dinas Kesehatan untuk mengedukasi warga tentang praktik aborsi ini.
Berkaitan dengan klinik aborsi di Jakarta Pusat, menurutnya Kamtibmas setempat pun merasa resah karena daerahnya dianggap sebagai sarang operasi aborsi ilegal. “Memang warga biasanya enggan melapor karena merasa tidak dirugikan,” ujarnya.
Polisi menggerebek klinik aborsi ilegal di Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat pada 6 September 2020. Sepuluh orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Satu di antaranya adalah pelaku aborsi ilegal yang ikut ditangkap di klinik tersebut.
Adapun inisial para tersangka yaitu, LA, 52 tahun, sebagai pemilik klinik; DK (30) dokter penindakan aborsi; NA (30) bagian registrasi pasien dan kasir; MM (38) melakukan USG; YA (51) membantu dokter melakukan tindakan aborsi; RA (52) penjaga pintu klinik; LL (50) membantu dokter di ruang tindakan aborsi; ED (28) cleaning service dan jemput pasien; SM (62) melayani pasien; dan terakhir RS (25) sebagai pasien aborsi di klinik itu.
Yusri menyatakan klinik tersebut beroperasi sejak 2017, setelah sebelumnya sempat buka pada 2002 hingga 2004. Atas tindakannya, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis. Yaitu, Pasal 346 dan atau Pasal 348 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan atau Pasal 194 juncto Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
WINTANG WARASTRI