TEMPO.CO, Jakarta - Pemilik klinik aborsi di Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat sebelumnya pernah mengoperasikan praktik serupa pada 2002 hingga 2004. “Si pengelola, LA ini memang mengakui pernah membuka klinik aborsi tahun 2002 sampai dengan 2004, kemudian ditutup,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus di kantornya pada Kamis, 24 September 2020.
Polisi belum menelusuri tempat praktik aborsi LA yang lama. ”Yang sekarang ini tempatnya adalah rumah kontrakan,” ujar Yusri. Polisi mengetahui klinik itu dari pengakuan tersangka pemilik klinik.
Sepuluh tersangka kasus aborsi yang ditahan polisi saat ini merupakan rekrutan baru dan khusus untuk praktek yang beroperasi sejak 2017. Tidak ada tersangka yang dalam pengejaran.
Yang menangani aborsi adalah tersangka DK, lulus Sarjana Kedokteran pada 2017. “Sempat koas dua bulan, dia berhenti karena ada penawaran pemilik pengelola klinik ini untuk membantu.”
Polisi menggerebek klinik aborsi itu pada 9 September 2020. Para tersangka adalah LA, 52 tahun sebagai pemilik klinik; DK (30) pelaku penindakan aborsi; NA (30) bagian registrasi pasien dan kasir; MM (38) melakukan USG; YA (51) membantu melakukan aborsi; RA (52) penjaga pintu klinik; LL (50) membantu di ruang tindakan aborsi; ED (28) cleaning service dan penjemput pasien; SM (62) melayani pasien; dan terakhir RS (25) sebagai pasien aborsi di klinik itu.
Atas tindakannya, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis. Yaitu, Pasal 346 dan atau Pasal 348 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan atau Pasal 194 juncto Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
WINTANG WARASTRI | ENDRI K