TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan klinik aborsi di Percetakan Negara berbeda dengan klinik aborsi di Raden Saleh, Jakarta Pusat. Jika di klinik Raden Saleh, usia janin yang diaborsi batas maksimalnya enam bulan, di Percetakan Negara menggunakan batas usia janin jauh lebih muda.
"Di Percetakan Negara batasnya hanya 14 minggu atau saat janin itu masih berupa gumpalan darah," ujar Yusri di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis, 24 September 2020.
Usia janin ini dibatasi karena pemilik klinik tidak mempunyai alat yang memadai untuk memusnahkan janin hasil aborsi. Jika di Jalan Raden Saleh pemilik klinik memiliki cairan asam untuk menghancurkan tubuh janin yang sudah berbentuk bayi, klinik Percetakan Negara hanya akan membuang janin muda ke dalam septic tank. "Gampang dia buang di septic tank," kata Yusri.
Sebuah klinik aborsi di Jalan Percetakan Negara III, Senen, Jakarta Pusat, digerebek polisi karena melakukan praktik aborsi. Klinik itu mempromosikan jasanya melalui laman klinikaborsiresmi.com.
Polisi menangkap dan menetapkan 10 tersangka. Mereka adalah LA (52 tahun), DK (30), NA (30), MM (38), YA (51), RA (52), LL (50), ED (28), SM (62), dan RS (25).
Para pelaku mengatakan klinik telah beroperasi sejak 2017 dan telah mengaborsi 32 ribu lebih janin. Tarifnya sekitar Rp 2 juta untuk mengaborsi janin berusia di bawah 5 pekan dan Rp 4 juta untuk janin yang telah berumur di atas 5 minggu.
Dalam sehari, klinik ini bisa melayani 5-6 pasien. Keuntungan yang diraup klinik aborsi ini setiap hari sekitar Rp 10 juta dan Rp 10 miliar hingga saat ini.
Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis. Yaitu, Pasal 346 dan atau Pasal 348 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan atau Pasal 194 juncto Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan