TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono akan menjalani sidang dakwaan pada Kamis, 22 Oktober 2020. Sumber yang mengetahui perkara ini mengatakan keduanya menggunakan uang suap untuk berbagai keperluan mulai dari membeli tas dan jam tangan mewah, mobil, hingga renovasi rumah.
Sumber yang mengetahui perkara ini menyebut bahwa seluruh pembelian itu sudah ditelisik Komisi Pemberantasan Korupsi.
Nurhadi dan menantunya diduga menerima suap dengan total Rp 45.726.955.000 dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto. Duit itu untuk mengurus perkara yang melibatkan Hiendra dan perusahannya.
Duit diterima secara bertahap sejak Mei 2015 hingga Februari 2016 melalui sejumlah rekening yang bukan atas nama Nurhadi. Lalu Nurhadi dan menantunya diduga menggunakan uang itu untuk berbagai keperluan pada Mei 2015 hingga Februari 2016, di antaranya:
- Ditarik tunai sebanyak Rp 7,4 miliar pada Mei 2015 hingga Januari 2016.
- Ditransfer ke seseorang untuk membeli kebun kelapa sawit di Padang Lawas, Sumatera Utara Rp 2 miliar.
- Ditransfer ke dua rekening istri Nurhadi, Tin Zuraida, Rp 75 juta dan Rp 55 juta
- Digunakan untuk membeli tas Hermes Rp 3,2 miliar
- Membeli pakaian Rp 396 juta
- Membeli Toyota Land Cruiser, Alphard dan Lexus beserta aksesoris Rp 4,6 miliar
- Membeli jam tangan Rp 1,4 miliar
- Membayar hutang Rp 10,9 miliar
- Berlibur ke luar negeri pada Juni-Juli 2015 sejumlah Rp 598 juta
- Ditukar dengan mata uang asing sejumlah Rp 4,3 miliar
- Renovasi rumah di Patal Senayan sejumlah Rp 2,6 miliar
- Kepentingan lainnya Rp 7,9 miliar
Selain suap, Nurhadi dan menantunya juga diduga menerima gratifikasi senilai Rp 37 miliar dari pengurusan perkara di pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi dan peninjauan kembali. Namun tidak dijelaskan penggunaan uang tersebut.
Pengacara mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi, Maqdir Ismail keberatan dengan sangkaan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap kliennya. Dia menilai dakwaan KPK bahwa kliennya menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 83 miliar terlalu dipaksakan.
“Dari apa yang dikemukan jelas bahwa dakwaan terhadap Pak Nurhadi ini telah disusun tidak berdasarkan fakta dan berdasarkan keterangan saksi,” kata Maqdir lewat keterangan tertulis, Selasa, 20 Oktober 2020.
Menurut Maqdir, Nurhadi tidak menerima suap Rp 45.726.955.000 miliar dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto terkait pengurusan Peninjauan Kembali. Uang tersebut diduga diterima Nurhadi, melalui menantunya Rezky Herbiyono yang juga ditetapkan menjadi tersangka.
Maqdir mengatakan Rezky menerima uang dari Hiendra terkait kerja sama proyek mini hidro. Proyek itu, kata dia, kemudian dibatalkan dan Rezky telah mengembalikan uang kepada Hiendra. “Yang penting juga bahwa penerimaan uang oleh Rezky dari Hiendra, terjadi setelah PK yang diajukan Hiendra diputus dan dikalahkan oleh MA,” kata dia.
Kedua, Maqdir mengatakan sumber informasi utama yang dimiliki KPK untuk memulai penyidikan kasus ini hanya seorang saksi yang mengaku pernah berbicara mengenai uang suap itu dengan menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono. Menurut dia, transaksi pinjam meminjam dan bantuan pengurusan pinjaman yang dilakukan Rezky, tanpa sepengetahuan Nurhadi.
Sementara, kata dia, Hiendra Soenjoto yang menjadi tersangka pemberi suap justru belum pernah diperiksa. Hiendra saat ini masih buron. Di luar itu, Maqdir mengatakan Nurhadi tak mungkin menerima suap karena bukan pihak yang berwenang memutus perkara. “Dengan demikian, maka cerita suap menyuap ini hanya asumsi,” kata dia.
Maqdir juga menolak bila kliennya disebut menerima gratifikasi senilai Rp 37.287.000.000. Nurhadi disebut menerima gratifikasi itu dari sejumlah orang untuk pengurusan perkara. Dia mengatakan bisa menjelaskan bahwa pemberian uang tersebut merupakan transaksi yang sah, di antaranya terkait jual-beli mobil, jual-beli rumah dan tanah yang kemudian dibatalkan, serta pinjaman.