TEMPO.CO, Jakarta - Kabar mengenai Nurhayati yang dijadikan tersangka dalam kasus korupsi dana desa ramai dibicarakan di media sosial. Padahal dia adalah pelapor kasus dugaan penyelewengan dana desa di Desa Citemu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Nurhayati yang merupakan mantan Kepala Urusan (Kaur) Keuangan di desanya disebut berhasil mengungkap kasus kerugian negara sebesar Rp 800 juta sepanjang periode 2018-2020. Dalam sebuah video, Nurhayati mengungkapkan rasa kecewa karena dirinya dijadikan tersangka oleh aparat penegak hukum. Padahal sebagai pelapor, dia mengaku hanya memberikan keterangan dan informasi mengenai dugaan kasus korupsi yang dilakukan oleh Kepala Desa Citemu, Supriyadi.
“Saya yang tidak mengerti hukum ini merasa janggal karena pada akhir 2021 saya ditetapkan sebagai tersangka atas petunjuk dari Kejari,” ujar Nurhayati dalam video yang diunggah akun YouTube Oces Channel Mrs, pada 16 Februari 2022.
Nurhayati menjelaskan surat penetapan dirinya sebagai tersangka disampaikan langsung oleh Kanit Tipikor Polres Cirebon. Menurut dia, Kanit Tipikor itu mengaku berat saat memberikan surat itu. Sebab, ia tahu betul peran Nurhayati dalam membongkar kasus korupsi di Desa Citemu.
“Tapi pihak kepolisian mengatakan ‘tidak bisa berbuat apa-apa, karena semua ini atas petunjuk dari Kejari’. Lantas apakah karena petunjuk dari Kejari saya bisa dijadikan tersangka,” tutur Nurhayati.
Selain itu, dalam video berdurasi 2 menit 51 detik Nurhayati mempertanyakan hak perlindungannya sebagai pelapor dan saksi. Menurut dia, dalam kasus korupsi yang diduga dilakukan kuwu Supriyadi di Desa Citemu, dirinya tidak sama sekali ikut menggunakan uang tersebut. “Saya juga berani bersumpah kalau uang itu tidak pernah ke rumah saya satu detik pun, tidak pernah.”
Nurhayati mengaku perjuangannya selama hampir dua tahun membongkar kasus tersebut menjadi sia-sia. “Saya sudah mengorbankan waktu hingga tenaga. Keluarga saya terutama anak-anak yang juga menjadi korban karena saya fokus mengungkap kasus itu,” tutur dia.
Kuasa hukum Nurhayati, Elyasa Budiyanto mengaku kaget dengan penetapan tersangka kliennya. Dia menjelaskan bahwa menurut keterangan Nurhayati penetapan status tersebut merupakan titipan dari kejaksaan negeri. Sebab, ujar Elyasa, kepolisian disebut enggan menetapkan Nurhayati sebagai tersangka.
Saat dihubungi Tempo pada Senin, 21 Februari 2022., Elyasa menduga ada saling lempar antara aparat penegak hukum dalam penetapan tersangka. Nurhayati dianggap melakukan tugas yang tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) terkait dengan administrasi pemakaian Anggaran Pendapatan Belaja Desa (APBDes). “Padahal apa yang dilakukan Nurhayati ini sudah sesuai dengan aturan itu,” kata Elyasa.
Sementara Kapolres Cirebon Kota AKBP M. Fahri Siregar mengatakan bahwa Nurhayati ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan pasal 66 Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 yang mengatur masalah tata kelola regulasi dan sistem administrasi keuangan.
“Nurhayati seharusnya menyerahkan uang tersebut kepada Kasi Pelaksana Anggaran, bukan Kepala Desa Citemu,” kata dia seperti dikutip Bisnis.com.
Merespons peristiwa itu, Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution mengatakan bahwa penetapan tersangka terhadap pelapor tentu menjadi preseden buruk. Dia mengkhawatirkan kejadian itu berpotensi menghambat upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.