Berbicara pada acara talk news tentang perdagangan perempuan di Indonesia, Surya mengemukakan, ada dua faktor yang memepengaruhi terjadinya perdagangan perempuan, yaitu faktor penarik berupa pelaku dan faktor pendorong karena desakan ekonomi.
Ketua Yayasan Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, Purnianti, menambahkan hal lain yang meningkatkan perdagangan perempuan, yakni meningkatnya jumlah perempuan dan anak serta jumlah pelaku, termasuk oknum pemerintah yang membantu perdagangan perempuan. Masalahnya adalah permintaan atau demand antarwilayah maupun luar negeri.
Selain itu, menurut dia, faktor pendidikan dalam keluarga juga merupakan penyebab yang tidak dapat dikesampingkan. Jika pendidikan dalam keluarga cukup, maka korban sejak awal tidak akan mau dijadikan obyek atau orang yang diperdagangkan. Sayangnya masyarakat Indonesia melihat lebih banyak pada kepentingan keuangan atau ekonomi, sehingga masih perlu ditingkatkan kesadaran masyarakat mengenai masalah ini, ujarnya.
Ia menjelaskan, yang terjadi di masyarakat, tuntutan ekonomi lebih dipentingkan daripada pendidikan karena anggapan awam pendidikan justru mengeluarkan uang, sedangkan memperdagangkan anak atau istri akan menghasilkan uang.
DPR saat ini sedang memproses draft rancangan undang-undang antiperdagangan perempuan, namun masih akan dikonsultasikan dengan pemerintah. Program Manajer Organisasi Buruh Internasional (ILO), Oktavianto Pasaribu, mengatakan pemerintah Indonesia diberi waktu selambat-lambatnya 2007 untuk meratifikasi konvensi internasional mengenai trafficking atau perdagangan perempuan. (Fitri Oktarini-Tempo News Room)