TEMPO Interaktif, Jakarta: Psikolog Dadang Hawari berpendapat pengikut dan pimpinan Sekte Satria Piningit Weteng Buwono, Agus Imam Solihin, yang membolehkan sek bebas perlu diperiksa kejiwaannya. Sungguh aneh, kata dia, sebuah aliran kepercayaan mengajarkan sesuatu yang tak lazim dalam kehidupan normal.
Menurut dia, munculnya banyak sekte salah satunya dipicu peran ulama yang kurang berfungsi dengan baik. Mereka sibuk dengan urusan diluar keulamaan seperti terjun ke politik dan menjadi pengurus partai. "Ulama akhirnya lebih membela kepentingan partai ketimbang umatnya," kritik Dadang yang dihubungi Tempo. Rabu (28/1).
Masyarakat yang ditinggalkan oleh ulama, ia melanjutkan, kecewa dan mereka lari mencari komunitas baru di antaranya masuk sekte-sekte dengan alasan mencari ketenangan. "Aliran yang diikuti dirasakan cocok, padahal sesat. Karena terlanjur melekat, bisa menyebabkan terganggu alam pikiran dan alam kejiwaan," urai Dadang.
Psikolog dan pengamat perilaku sosial Sartono Mukadis menjelaskan, aliran baru atau sekte telah berkembang dari abad ke abad dikarenakan ketidakpuasan terhadap pada tokoh agama yang semula dijadikan panutan. "Selain itu mereka juga mencari keingintahuan terhadap agama yang dianut," tutunya.
Menurut Sartono, sekte tidak hanya di Jakarta tapi berkembang di daerah. Di daerah perkembangannya sangat kuat karena didorong oleh tingkat intelektualnya kuang dari 60 persen. "Motifnya yang semula agama berubah menjadi mencari nafkah. Mereka umumnya dari kalangabn masyarakat menengah bawah," tutur Sartono.
Sekte yang dipimpin Agus Imam Solihin bermarkas di kawasan Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Warga yang merasa terganggu oleh kegiatan Agus dan komunitasnya melaporkan ke polisi. Menurut warga, ajaran sekte ini antara lain umat Islam tak perlu slat, membayar zakat dan haji. Ibadah cukup dengan niat doang. Agus juga dilaporkan membebaskan sek pada pengikutnya. Karena itulah polisi memburunya dengan tuduhan cabul.
M FAHRIZAL