TEMPO Interaktif, Jakarta: Lebih dari seratus orang berkumpul di lantai tiga sebuah restoran ala Amerika di Jakarta Pusat, Minggu lalu. Yang perempuan umumnya berbaju dengan unsur warna merah muda. Di dada mereka tersemat papan nama. Satu hal menyatukan mereka, pernah menulis cerpen di Anita Cemerlang.
Hari itu mereka bereuni. Sang "provokator" reuni adalah Yanthi Razalie, cerpenis yang kini menjadi instruktur piano. Yang tadinya diniatkan menjadi pertemuan beberapa orang, justru menjadi reuni 150 orang.
Awalnya adalah bergabungnya Yanthi di situs jejaring sosial Facebook dua bulan lalu. Di Facebook, ia menemukan Zara Zettira Zainuddin Ramadi, eks penulis Anita Cemerlang yang sekarang terkenal sebagai penulis naskah sinetron.
Teman lama Yanthi makin bertambah, yaitu Kurnia Effendi dan Arya Gunawan. Ketiganya berencana bertemu. Tapi Yanthi lalu berpikir, kenapa tidak sekalian dengan penulis lainnya?
Maka dalam waktu kurang dari tiga pekan, ajakan bereuni itu menyebar. Banyak di antara eks cerpenis Anita Cemerlang yang terhubung dengan account Kurnia di Facebook. Selain itu, informasi reuni itu disampaikan berantai.
Anita Cemerlang adalah majalah yang khusus menerbitkan cerita pendek dan cerita bersambung. Pertama kali terbit pada 1978, digagas almarhum Risman Hafil. Majalah itu terbit sepekan sekali, lalu "tewas" pada pertengahan 1990-an. Saat itu, Anita Cemerlang tak lagi khusus menerbitkan tulisan, namun juga sudah memajang foto-foto model pria. Layaknya majalah muda lainnya.
Kini para eks penulis Anita Cemerlang berprofesi macam-macam dan menetap di berbagai tempat. Ketika reuni itu, hadir nama-nama seperti Fakhrunnas M.A. Jabbar, Sutan Iwan Sukri Munaf, Satrio Arismunandar, Ayi Jufridar, E. Sati, Sapto Yunus, Grace Samantha Gandhi, Hani P., Sujiwo Tejo, Lila Fitri Aly, Ryana Mustamin, Tina K., Esti Kinasih, Tika Wisnu, dan Putra Gara.
Tak lupa tentu para mantan pengelola majalah itu. Mereka antara lain Bens Leo, Adek Alwi, Emji Alif, Yanie Wuryandari, Kurniawan Junaedhie dan Adhie M. Massardi. "Banyak sekali penulis yang karyanya menjadi fenomenal," kata Bens yang pernah menjadi pemimpin redaksi Anita Cemerlang.
Yang unik dari majalah itu, Bens mengenang, adalah sampulnya, setia dengan lukisan potret wajah perempuan. "Padahal sebenarnya lebih gampang kalau dipotret," Bens mengenang, lalu tertawa. Pelukis sampul, kata Bens, ada beberapa orang. Sampul itu harus jadi tiga hari sebelum cetak. Jadi, para pelukis itu harus bisa berkarya di bawah tekanan tenggat.
Kurnia Effendi tak ingin reuni berakhir hampa. "Kalau lepas begitu saja sayang sekali," ujarnya. Maka mereka menggagas kegiatan lain. Misalnya, menerbitkan antologi karya, membentuk ikatan alumni, milis komunikasi, juga mengadakan pelatihan penulisan kreatif ke sekolah-sekolah di daerah
IBNU RUSYDI