Hasil pengembaraan POPO itu hadir dalam pameran tunggalnya di Ruru Gallery-Ruangrupa, Tebet, Jakarta Selatan, bertajuk "Numpang Nampang". Pameran yang digelar hingga 20 Maret mendatang itu menampilkan 51 karya yang terbagi dalam delapan tema.
Menurut Riyan, karya-karyanya yang hadir dalam pelbagai medium itu merupakan keinginannya untuk bisa berkomunikasi secara visual dengan publik yang lebih luas. Sejak terjun menggeluti seni mural sekitar 10 tahun silam, pria kelahiran Jakarta, 15 Maret 1982, itu senantiasa menjadikan tembok jalanan di sejumlah tempat sebagai medium artistiknya.
Kebiasaan Riyan menumpahkan ide kreatifnya di tembok memang telah dilakukannya sejak kecil. Pernah ketika bocah, ia meminta sepeda kepada ayahnya. Karena faktor ekonomi, sepeda itu tak terbeli. Akhirnya Riyan mencurahkan keinginannya yang tak kesampaian itu dengan menggambar sepeda di tembok belakang rumahnya. "Sejak kecil, saya memang biasa mencurahkan keinginan yang tak bisa diungkapkan secara verbal melalui bahasa gambar," katanya.
Nama POPO ditemukan Riyan dari deretan kata pada coretan dinding di sekitar rumahnya, yang dibuat oleh seorang seniman mural, pada awal 2000. Ia tertarik dengan nama itu dan meminta izin kepada sang seniman untuk menggunakan nama tersebut sebagai karakter sekaligus ikon yang menjadi ciri khas dari karya-karya muralnya.
Riyan menyatakan, karakter yang tak ada hubungannya dengan grup band Zeke and The Popo itu didesain agar publik mudah mengingat bahasa gambar yang dikomunikasikannya. POPO menjadi semacam refleksi, simbol, atau karakter yang mewakili Riyan untuk mengungkapkan sesuatu dalam bahasa visual. Alhasil, karakter POPO pun bisa menjadi bentuk apa saja, dari anjing, kucing, polisi, politikus, hingga selebritas.
Simaklah pose POPO dalam karya cetak digital bertajuk Oh, Ngarep. Foto dalam bingkai polaroid itu memperlihatkan POPO tengah bersalaman dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Aslinya, dalam foto itu seorang pejabat menyalami Yudhoyono, yang sosoknya kemudian diganti oleh Riyan dengan karakter POPO. Karya itu terinspirasi oleh kebiasaan dalam masyarakat kita, yang memajang foto mereka yang tengah bersalaman dengan seorang pejabat di dinding rumahnya.
Lain lagi karya dengan medium lukisan akrilik berjudul Tari Pendet dari Indonesie. Dalam karya itu, tampak POPO menari bersama seorang penari perempuan dari Bali. Riyan lalu bermain-main dengan mengubah lukisan yang dibelinya di pinggir jalan itu. Tangan sang penari, yang aslinya memegang kipas, diganti dengan bendera Malaysia. Lalu ekspresi penari itu, yang tersenyum dengan mata menyala berbinar, diubah menjadi merengut dengan dahi berkerut. Karya itu sebagai bentuk respons terhadap negeri jiran Malaysia, yang mengklaim Tari Pendet sebagai miliknya.
Dalam pameran tersebut, Riyan juga menghadirkan dua karya muralnya. Salah satunya adalah karakter POPO dalam balon udara Facebook seraya membidikkan senapan menembaki burung-burung Tweeter. Mural ini mengungkapkan fenomena betapa dahsyatnya jejaring sosial Facebook, yang belakangan popularitasnya mulai menurun karena Twitter.
Masih banyak karya lainnya yang menarik. Misalnya, karya bertajuk Desktop Vacation, yang mengisahkan kesibukan Riyan membantu bengkel ayahnya, sampai-sampai ia tak bisa menikmati liburan pada akhir pekan. Hiburan satu-satunya adalah mengutak-atik komputer. Lewat karakter POPO, Riyan kemudian membuat liburan visual di layar komputer. Di layar terlihat POPO yang tengah berlibur di pantai, mendaki gunung, atau bermain golf. "Itu semua obsesi saya yang tak bisa liburan, karena sibuk membantu ayah di bengkel," ujar dosen Komunikasi Visual Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jakarta, itu.
Begitulah. Menurut Riyan, ide karya-karyanya itu ditemukan di mana saja. Ia bisa menemukannya saat asyik berselancar di jagat maya, atau ketika berjalan-jalan menyusuri sudut-sudut Jakarta, atau saat berada di kamar mandi. "Saya bisa berjam-jam merenung di kamar mandi," katanya. "Makanya, selain (membawa) koran dan majalah, saya sering membawa kopi ke kamar mandi, ha-ha-ha...."
Boleh dibilang karya-karya Riyan alias POPO yang ditampilkan di Ruru Gallery itu menarik dan menggelitik. Karya-karya itu sederhana, jenaka, dan sangat satir. Meski sepintas terkesan main-main, karya-karya itu menyimpan keseriusan di baliknya. Ya, ini sebuah langkah artistik yang cerdas dari POPO: publik bisa berpikir kritis tanpa harus dibuat pusing.
Nurdin Kalim