TEMPO Interaktif, Jakarta - Operasi pemberantasan penjualan obat secara online atau Operasi Pangea IV menemukan 30 situs dunia maya mempromosikan obat yang diduga ilegal, bahkan palsu. ”Itu merugikan kesehatan masyarakat karena kami tidak menjamin keamanan dan khasiatnya,” kata Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) Kustantinah, Rabu, 05 Oktober 2011 kemarin.
Operasi Pangea IV dilakukan selama pekan terakhir bulan September melibatkan Badan POM, interpol Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta kepolisian. Operasi itu juga dilakukan oleh 81 negara interpol lainnya.
Dari 30 situs itu, BPOM menyita 57 item obat dengan total berjumlah 1.611 butir. ”Di dalamnya ada obat ilegal, tradisional ilegal, dan suplemen makanan ilegal,” tuturnya. Dari penelusuran sejumlah alamat di dunia maya, Kustantinah mengatakan, ”Marak penawaran obat yang seharusnya tidak boleh ditawarkan melalui Internet.”
Menurut Kustantinah, dari 57 jenis produk yang disita, sebanyak 45,6 persen atau 26 jenis obat berupa produk peningkat stamina atau obat disfungsi ereksi. Angka itu diikuti oleh promosi ataupun penjualan produk Female Libido Drug dengan total sepuluh jenis produk yang disita lembaganya.
Banyaknya jenis produk stamina yang diedarkan luas melalui online dinilai sebagai sebab dari tingginya permintaan konsumen. Obat yang beredar jenis itu tak dijamin aman. Soalnya, obat semacam itu merupakan obat keras yang penggunaannya harus dengan resep dokter. ”Setiap orang punya kadar toleransi terhadap obat,” ujarnya. ”Terlebih obat keras.”
Ia melarang obat jenis ini dipromosikan di media umum karena jelas melanggar peraturan. Setiap orang yang mengedarkan obat keras secara bebas dianggap melanggar Undang-Undang Kesehatan dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun dan denda Rp 1,5 miliar.
”Diharapkan sanksi itu cukup berat. Soalnya, selama ini sanksinya rendah sehingga tidak membuat jera.” Karena itu, BPOM berharap masyarakat sadar untuk tidak membeli obat yang dijual di Internet tanpa nomor registrasi resmi.
Agus Suharyadi, dari Direktorat Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, mengatakan pengelola situs penjualan obat ilegal akan ditutup. Kementerian Komunikasi, dia melanjutkan, akan bekerja sama dengan Polri dan Badan POM menganalisis lebih lanjut website yang menjual obat tersebut.
Kustantinah menambahkan, Badan POM masih menyelidiki asal obat ilegal yang dijual di pasar. Menurut dia, tidak tertutup kemungkinan obat itu dibuat di Indonesia meski dalam kemasan disebutkan obat asing. "Kalau obat itu diimpor dan tidak ada sertifikasi resmi, kami bekerja sama dengan Bea dan Cukai akan mencegahnya masuk,” tuturnya.
RIRIN AGUSTIA