TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi Infrastruktur Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mempercepat revisi Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Ini dilakukan setelah pemerintah menaikkan tarif 14 ruas tol yang dihitung berdasarkan tingkat inflasi. "Untuk memberikan rasa keadilan pada konsumen jalan tol, DPR akan membenahi regulasi tentang jalan dengan menggodok revisi undang-undang jalan itu," kata anggota Komisi Infrastruktur DPR, Abdul Hakim, Kamis, 13 Oktober 2011.
Menurut Hakim, ada beberapa usulan perubahan dari UU ini, di antaranya masalah pengaturan jalan tol, pengusahaan jalan tol, pengawasan dan organisasi Badan Pengatur Jalan Tol. Apabila sebelumnya evaluasi dan penyesuaian tarif tol tidak mempertimbangkan kemampuan bayar pengguna jalan, maka dalam draf RUU ini nanti kami akan menyuarakan bahwa evaluasi dan penyesuaian tarif tol harus mempertimbangkan kemampuan bayar, kelayakan investasi, dan pemenuhan kewajiban oleh badan usaha.
Baca Juga:
Selama ini, lanjutnya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum tidak pernah melaporkan hasil evaluasi SPM (Standar Pelayanan Minimum) jalan tol kepada DPR. Padahal baik-buruknya penyediaan infrastruktur jalan tol serta aspek pelayanan di jalan tol yang meliputi efisiensi operasional, laju lalu lintas, panjang antrean kendaraan, dan waktu transaksi per kendaraan di gerbang tol jalan, harus menjadi acuan dalam penetapan tarif.
Namun faktanya di Indonesia, antrean panjang kendaraan di gerbang dan kemacetan di jalan tol masih menjadi pemandangan lumrah setiap hari. Karena itulah, pemerintah dianggap tidak melakukan evaluasi terhadap SPM sebelum menaikkan tarif tol.
"Saya menyayangkan langkah pemerintah yang menaikkan tarif tol. Dengan pemberlakuan kenaikan tarif yang hanya mengacu pada kenaikan inflasi, tanpa melakukan evaluasi terhadap standar pelayanan minimum seperti sekarang, jelas pemerintah telah gegabah mengambil kebijakan," kata politikus dari Fraksi PKS ini.
Baca Juga:
Menurut Hakim, berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, yaitu Pasal 48 ayat (3), kenaikan tarif tol memang dapat dilakukan setiap dua tahun. Namun, kata Hakim, hal itu tidak hanya didasarkan pada laju inflasi, tapi juga dari hasil evaluasi atas pemenuhan SPM dan sebagainya.
“Masalah inflasi ini tidak bisa jadi tolok ukur utama, karena UU ini juga mensyaratkan adanya evaluasi setiap dua tahun sebelum melakukan penyesuaian tarif," ujarnya.
Evaluasi mengacu pada terpenuhi atau tidaknya Standar Pelayanan Minimal (SPM) jalan tol seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 392/PRT/M/2005. "Ini antrean di gerbang tol saja masih panjang, bahkan ada jalan tol yang berlubang, kok tarif dinaikkan,” kata dia.
ROSALINA