TEMPO.CO, Surakarta- Direktorat Nasional Pembangunan Ekonomi Timor Leste berkunjung ke Surakarta. Rombongan itu belajar tentang pengembangan ekonomi lokal. Kesempatan itu juga dimanfaatkan utusan negara bekas Provinsi Timor Timur itu untuk mengenalkan kerajinan khas Timor Leste.
“Kami punya kain khas Timor Leste bernama tais. Kain ini sudah diekspor ke Cina dan Australia,” kata Direktur Direktorat Nasional untuk Pembangunan Ekonomi Pembangunan Timor Leste, Hermes Da Rosa Correia Barros, kepada wartawan, di Balai Kota Surakarta, Selasa, 7 Februari 2012.
Dia mengatakan Timor Leste yang terdiri dari 12 distrik setingkat kabupaten memiliki 27 sentra kerajinan kain tais. Dia berencana mengekspor kain itu ke Surakarta. “Meski kami sadar bahwa Solo gudangnya kerajinan. Tapi kami yakin tais disukai,” ujarnya.
Selain kain tais, dia menyatakan Timor Leste mengembangkan kerajinan kulit bambu, kerajinan tas jinjing, dan parfum aroma kayu cendana.
Selain mengenalkan kerajinan khas Timor Leste, kedatangannya ke Surakarta juga belajar tentang pemasaran dan peningkatan kualitas produk. “Kami belajar cara promosi produk kerajinan. Termasuk bagaimana memberdayakan usaha kecil,” tuturnya.
Selain Surakarta, rombongan Timor Leste juga mengunjungi sentra kerajinan di Borobudur, Magelang. Dari Surakarta, mereka menuju Semarang.
Asisten Perekonomian, Pembangunan, dan Kesejahteraan Sekretariat Daerah Surakarta, Eny Tyasni Susana, mengatakan Surakarta memiliki pengalaman dalam penataan pedagang kaki lima, revitalisasi pasar tradisional, dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan. “Timor Leste ingin belajar tentang kesuksesan Solo,” katanya.
Soal rencana keinginan Timor Leste mengekspor kerajinan, dia mengatakan pelaku industri kreatif Surakarta siap bersaing. Menurutnya, nanti akan berlaku hukum penawaran dan permintaan. Semisal kerajinan khas Timor Leste disukai masyarakat, tentu akan banyak mengimpor kerajinan dari Timor Leste.
UKKY PRIMARTANTYO