TEMPO.CO, Austin - Gempa bumi berkekuatan 8,5 pada skala Richter yang mengguncang pantai barat Sumatera, Rabu, 11 April 2012, diperkirakan tidak sendirian. Pada waktu yang sama, sejumlah gempa juga terjadi di sepanjang pantai barat Amerika Utara. Namun para peneliti belum bisa memastikan apakah semua gempa itu berhubungan.
Para ahli geofisika menduga kuat beberapa gempa yang mengentak lepas pantai Oregon, Michoacan, Meksiko, dan di Teluk California, Amerika Serikat, itu ada hubungannya dengan gempa besar yang melanda Sumatera. Namun gempa-gempa dengan kisaran kekuatan 5,9-6,9 pada skala Richter tersebut sudah biasa mengguncang pantai barat Amerika Utara.
"Bumi selalu bergerak secara konstan," kata Aaron Velasco, seorang ahli geofisika di University of Texas di El Paso. "Kita perlu melihat apakah ada hubungan di antara gempa-gempa ini."
John Vidale, ahli gempa dari University of Washington, mengatakan gempa di satu lokasi memang dapat memicu gempa lain dalam jarak dekat selama periode singkat. Fenomena itu dikenal sebagai gempa susulan.
Gempa bisa memicu gempa lainnya dengan dua cara. Pertama, salah satu gempa akan memberi tekanan pada patahan di dekatnya, memicu deformasi kerak bumi dan menyebabkan munculnya gempa lain. Mekanisme ini terbatas pada daerah yang dekat dengan gempa asli.
Kedua, gempa di satu lokasi juga mengirimkan getaran lewat permukaan bumi ke lokasi yang jaraknya lebih jauh. Guncangan dari gempa Sumatera dua hari lalu, misalnya, dideteksi stasiun pemantauan seismik di Amerika Serikat. Getaran gempa Sumatera mungkin tidak merusak kerak bumi, tapi para peneliti masih membuka kemungkinan gempa itu bisa memicu gempa kecil di wilayah lain.
"Dugaan saya, guncangan yang cukup kuat dari gempa Sumatera benar-benar memicu sedikit aktivitas di pantai barat Amerika Utara," kata Vidale. Tetapi, jika gempa di pantai barat Amerika Utara berkaitan dengan gempa Sumatera, hal itu bukanlah hal luar biasa.
Velasco mengatakan membuktikan dua gempa bumi yang lokasinya jauh dengan selisih waktu sekitar dua jam terkait satu sama lain adalah tantangan tersendiri bagi pada ahli geofisika. Catatan gempa yang tersedia sampai hari ini belum memungkinkan ditemukannya pola yang pasti.
"Kami tidak memiliki cukup data untuk mengatakan ya. Kami juga tidak memiliki cukup data untuk mengatakan tidak," kata dia.
Randy Keller, ahli geofisika di University of Oklahoma, menyatakan memperkirakan terjadinya gempa adalah hal yang sulit karena manusia tidak hidup dalam skala waktu geologi.
"Secara ilmiah, kita hanya mencatat gempa bumi yang terjadi 100 tahun terakhir," kata Keller. Artinya, tidak ada satu pun ahli yang mengetahui semua hal tentang gempa.
Pengetahuan yang dikantongi para peneliti tentang gempa Sumatera menjadi hal menarik. Gempa itu, menurut Vidale, merupakan gempa strike-slip, yakni patahan bergeser secara horizontal, bukan vertikal seperti gempa besar tahun 2004 yang memicu tsunami di kawasan Samudra Hindia.
"Gempa Sumatera adalah gempa strike-slip terbesar yang kita ketahui, dan para ahli mencoba mencari tahu berapa banyak pergeseran pada patahan," kata Vidale. Patahan bisa saja menghunjam lebih dalam ke perut bumi, lebih dari yang diperkirakan para seismolog.
"Terlalu dini untuk mengatakan apa yang kami ketahui tentang gempa Sumatera dan kaitannya dengan gempa-gempa di wilayah lain," kata Vidale. "Sejauh ini, kami hanya terkejut."
LIVESCIENCE | MAHARDIKA SATRIA HADI
Berita terkait
Gempa 8,9 SR di Aceh, Potensi Tsunami
Takut Tsunami Warga Lhokseumawe Lari ke Jembatan
Terpantau Ada Tsunami Kecil di Sabang dan Meulaboh
Gempa di Aceh, Warga Thailand dan India Waspada
Pasca-gempa, Lonjakan Trafik Hambat Komunikasi
Dermaga Sinabang Miring Akibat Gempa
Gempa, Pertamina Pastikan Kilang - Depot BBM Aman
Peringatan Tsunami, Bandara Phuket Thailand Ditutup