TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center for Study Religion and Culture (CSRC) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Irfan Abu Bakar, menilai konsep kebebasan beragama dalam agama Islam masih tak jelas. "Untuk sebagian orang, kebebasan beragama dianggap berbahaya," kata Irfan dalam diskusi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Senin, 14 Mei 2012.
Irfan menyebutkan insiden pembubaran diskusi yang diselenggarakan Komunitas Salihara oleh sekelompok organisasi keagamaan baru-baru ini sebagai contoh ketidakjelasan penghormatan kebebasan beragama itu.
Pada 4 Mei 2012, Komunitas Salihara menyelenggarakan sebuah diskusi dan peluncuran buku berjudul Iman, Cinta dan Kebebasan oleh tokoh feminis asal Kanada, Irshad Mandji. Diskusi Irshad Manji di Universitas Gadjah Mada dan LKiS Yogyakarta juga dibubarkan.
Irfan menjelaskan kebebasan beragama adalah milik setiap orang. Termasuk orang-orang dari kelompok garis keras. Yang menjadi masalah, kata Irfan, kelompok garis keras menganggap diri mereka sebagai pihak yang berhak menjadi penafsir kebebasan beragama. "Di sisi lain, mereka tidak memperbolehkan orang lain memiliki kebebasan beragama," kata Irfan.
Irfan menuturkan Irshad memiliki kebebasan untuk beragama dan berpendapat. Karena itu, seharusnya tidak ada ekspresi negatif terhadap diskusi Irshad. Jika ada penolakan terhadap pemikiran Irshad Manji, maka seharusnya mereka tampil dalam diskusi dan mengkritik Irshad.
Dengan tampil dalam diskusi semacam itu, akan membuat diskursus yang sehat. Seharusnya, kata Irfan, kelompok garis keras tetap menikmati kebebasan beragama sekaligus menolak suatu pandangan dengan jalan damai.
MARIA YUNIAR