TEMPO.CO, Jakarta--Bisnis bioskop tak segemerlap warna-warni film layar lebar. Persaingan bioskop di Indonesia terbilang sengit. PT Graha Layar Prima pengelola jaringan bioskop Blitzmegaplex yang sudah beroperasi selama enam tahun saja masih "berdarah-darah".
Seperti ditulis Majalah Tempo, kondisi Blitz berdarah karena terus meruginya beberapa bioskop. Belum lagi utang Graha Layar Prima kepada Quvat Management Pte Ltd, pengelola dana investasi di Singapura yang mengucurkan dana sekitar Rp 250 miliar agar Blitz berdiri, belum lunas.
Sumber Tempo mengungkapkan kinerja perusahaan yang dimiliki Ananda bersama David Hilman—pendiri Prisma Technologies, pengembang software berbasis di Singapura—ini masih minus lebih dari Rp 500 miliar.
Sejak awal tahun, manajemen Graha Layar Prima bergerilya menggaet pemodal untuk menyehatkan neraca perseroan yang terus "berdarah-darah". Dengan hanya mengandalkan 66 layar di tujuh lokasi bioskop, Blitz tertatih-tatih berhadapan dengan Grup 21Cineplex, yang memiliki 500-an layar dan mendominasi jaringan distribusi film impor.
Bagaimana Blitz mengobati semua "pendarahan"? Menggaet investor adalah cara paling pas. Manajemen Blitz telah "mendekati" sejumlah investor seperti Lotte Group, CT Corp, dan Lippo Group, tapi gagal. Blitz akhirnya menemukan investor dari MNC Group, milik Hary Tanoesoedibjo. MNC dikabarkan akan menjadi induk Blitzmegaplex sebelum Lebaran tahun ini.
MNC ataupun Blitz masih menutup rapat kabar strategi bisnis yang mereka galang. Meski tak membantah, Sekretaris Perusahaan MNC Arya Sinulingga memilih berbicara normatif. "Sampai saat ini kami belum bisa mengumumkan apa pun soal itu," katanya. Ucapan Head of Marketing Blitzmegaplex Dian Sunardi lebih santai dan enak didengar, "Belum ada pengumuman tuh."
AGOENG WIJAYA
Berita lain:
Pengusaha Bioskop Terima Aturan Baru
Bioskop Tua Kian Lesu
Dahlan Beri Hadiah Rp 50 Juta ke Karyawan Gemuk
Dahlan Beri Hadiah Avanza ke Karyawannya
Dahlan Akui Perintahkan Pergantian Direksi Merpati
Penyerapan Kredit Cinta Rakyat Jabar Terganjal