TEMPO.CO, Yogyakarta - Perebutan kekuasaan di Pura Pakualaman Yogyakarta antara Kanjeng Pangeran Haryo Anglingkusumo berhadapan dengan Paku Alam IX, yang bertakhta, atau Kanjeng Pangeran Haryo Ambarkusumo masih berlanjut.
Ahad, 15 Juli 2012, kubu KPH Anglingkusumo mendeklarasikan berdirinya paguyuban kerabat Pakualaman tandingan yang mereka beri nama Himpunan Kerabat dan Kawulo Paku Alam (HKPA) Notokusumo di kediaman Anglingkusumo, yang berjarak hanya 200 meter dari Puro Pakualaman.
Paguyuban ini dibentuk, kata mereka, demi meluruskan sejarah tentang bagaimana seharusnya suksesi di Pura Pakualaman setelah Paku Alam VIII lengser. "Sebagai sebuah lembaga budaya resmi, kami akan mengawal keberadaan Pura Pakualaman dengan tetap menjunjung profesional dan obyektivitas organisasi. Kami menolak segala bentuk tindakan kekerasan serta ancaman politisasi terhadap Pura," kata Ketua HKPA Notokusumo Sutan Pangeran Rendra Jais.
Menurut dia, paguyuban kerabat yang mereka dirikan mempunyai badan hukum yang sah. Sebaliknya, mereka menyatakan tidak mengakui paguyuban sejenis yang bernama Hudyana. Bagi menantu bungsu Anglingkusumo ini, Hudyana hanya seperti kumpulan arisan, tidak punya badan hukum dan ilegal.
Pria asal Sumatera ini juga menyatakan bahwa paguyuban dibentuk berdasarkan akta notaris atas nama Derita Kusumawati, SH, salinan akta pendirian Himpunan Kerabat Pura Pakualaman nomor 147 tahun 10 Juli 2012. Paguyuban ini, kata dia, perlu didirikan karena selama ini Hudyana telah bertindak sewenang-wenang kepada Anglingkusumo.
Menurut Sutan, Anglingkusumo adalah ahli waris keluarga yang telah dikukuhkan juga sebagai Pakualam IX pada 15 April 2012 dan dikuatkan dengan akta notaris tertanggal 2 Juli 2012 oleh panitera Pengadilan Negeri Wates, atas nama Wakil Sekretaris Sudarti. Dengan kekuatan hukum itu, Angling sah sebagai Pakualam IX yang berhak mengelola tanah Paku Alam Ground. "Hudyana dan juga Ambarkusumo tidak bisa memberikan sanksi seenaknya tanpa dasar," kata dia. Ia pernah menjadi wartawan Indopos. Kini, Sutan berwiraswasta.
Ia menyatakan akan menuntut kubu Ambarkusumo agar mempublikasikan dokumen penting milik Paku Alam VIII, yang diduga memuat soal suksesi, siapa yang berhak menjadi Paku Alam IX. "Dulu Paku Alam VIII ke mana-mana selalu membawa koper yang isinya dokumen penting. Kami menduga ada juga dokumen yang memuat soal suksesi itu. Tapi sampai sekarang tidak ditunjukkan keluarga sana," kata dia.
Menanggapi hal itu, keluarga Puro Pakualaman bertakhta, yang diwakili KPH Tjondrokusumo, menyatakan pembubaran Hudyana oleh keluarga Anglingkusumo merupakan hal yang lucu. "Hudyana itu kumpulan keturunan Paku Alam I sampai IX. Semua ada di situ, kok bisa dibilang ilegal," kata Tjondro.
Menurut dia, pergolakan di Pakualaman yang dipicu oleh kerabat Anglingkusumo atas Paku Alam IX saat ini merupakan bentuk kekecewaan. Ia menuding kubu Anglingkusumo tak tahu sejarah. "Soal suksesi itu, sebenarnya yang berhak anak tertua. KPH Ambarkusumo anak tertua dari istri pertama. KPH Probokusumo anak tertua dari istri kedua. Probokusumo ini kakak kandung Angling. Sedangkan Probo sudah meninggal. Jadi kenapa masih ribut?" kata Tjondro.
PRIBADI WICAKSONO
Berita Terkait:
Kisruh Pakualaman Jogja, Angling Siap Rekonsiliasi
Warga Yogyakarta Ancam Usir Pengaku Pakualam IX
Pakualaman Siapkan Sanksi Bagi Anglingkusumo
Kini Ada Dua Paku Alam IX di Yogyakarta