Ngabuburit di Malioboro, Berbuka Tetap di Rumah

Toko dan pedagang kali lima di jalan Malioboro Yogyakarta tutup (13/12). TEMPO/Anang Zakaria
Toko dan pedagang kali lima di jalan Malioboro Yogyakarta tutup (13/12). TEMPO/Anang Zakaria

TEMPO.CO , Yogyakarta: Selain ibadah, ada satu hal lain yang membuat orang puasa gembira: berjalan-jalan sambil menunggu waktu berbuka. Di Kota Yogyakarta, jalan Malioboro adalah salah satu tempat yang menjadi favorit ritual ngabuburit alias menunggu waktu berbuka. Seperti yang terlihat pada Sabtu sore kemarin, 4 Agustus 2012.

Selama Ramadan, dibanding pada hari biasa, jantung wisata dan pusat kawasan perekonomian kota Yogyakarta terlihat sedikit lenggang di siang hari. Namun beranjak sore, jalanan kembali dipadati kendaraan. Toko dan pusat perbelanjaan pun dijejali pengunjung.

Lewat pukul 17.00 WIB, saat azan Magrib kian dekat, giliran restoran dan warung yang diserbu pembeli. Di sejumlah restoran cepat saji misalnya, nyaris tak ditemui tempat duduk tersisa. Pengunjung berjubel, antreannya pun mengular.

Sementara di pusat perbelanjaan, dari pengeras suara terdengar pengelola menawarkan takjil gratis bagi pengunjungnya. Air minum kemasan sekadarnya untuk membatalkan puasa.

Meski menjadi tempat favorit ngabuburit, “rezeki buka puasa” tak banyak mengalir pada pedagang kaki lima di Malioboro. Pedagang mengeluh pendapatannya berkurang saat Ramadan. Selain karena siang tutup, kalaupun memilih tetap buka, pengunjung ternyata terbatas. Jumlah pengunjung sepanjang malam tak mampu mengembalikan potensi pembeli seperti hari biasa.

“Ngabuburit (memang) di Malioboro, tapi Magrib mereka pulang ke rumah,” kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia Kota Yogyakarta Rudiyarto, Minggu siang, 5 Agustus 2012.

Masa panen bagi pedagang kaki lima di Malioboro, menurut dia, tetap saja berlangsung pada musim liburan. Termasuk libur lebaran. “Paling H-4 sampai H+7 nanti baru ramai,” katanya memperkirakan kenaikan omzet bagi pedagang kaki lima di Malioboro.

Seolah tak mau ikut-ikutan “puasa” pendapatan, pengusaha restoran berusaha mempertahankan penghasilannya. Caranya? “Dari memberi takjil gratis atau porsi (makanan) diperbesar,” kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta Istidjab Danunagoro.

Ada juga cara lain, yakni dengan menyuguhkan paket khusus berbuka. General Manager Grand Quality Hotel Yogyakarta itu memberi contoh, ada “Ramadan Festive” di restoran hotelnya. Paket menu yang ditawarkan bervariasi. Dari buka puasa prasmanan seharga Rp 80 ribu net per pax dan buka puasa bersama seharga Rp 90 ribu net per pax dengan minimal order 25 pax. Namun apa pun paketan menu yang ditawarkan, cita rasa masakan tetap yang utama. “Kami tetap fokus ke (rasa) makanan,” katanya.

ANANG ZAKARIA

Berita lain:
Ramadan, Banyak Kartu Kredit Macet

Ramadan Rasa Maroko dan India di Mall

Pengusaha Bus di Pulogadung Banting Harga

Tarif Sewa Mobil Melonjak Dua Kali Lipat

Jelang Ramadan, Penjualan Mobil Bekas Masih Lesu