TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas), Eri Purnomohadi, mengatakan pengusaha stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jawa merugi karena menjual bahan bakar non-subsidi. Pasalnya, pengusaha telanjur mengkonversi tangki Premium menjadi Pertamax, tapi ternyata penjualan bahan bakar minyak non-subsidi masih sangat rendah.
"Penjualan di kabupaten daerah selatan dari Cianjur rendah, rata-rata penjualan 30 liter per hari. Baru mendekati mudik naik jadi sekitar 50 liter sampai 100 liter," kata Eri ketika dihubungi, Jumat, 31 Agustus 2012.
Untuk mengisi tangki berkapasitas 8.000 liter, pengusaha harus membayar Rp 70 juta. Sementara dengan rata-rata penjualan 50 liter per hari, berarti investasi BBM baru kembali dalam waktu lima atau enam bulan. "Kami sudah membantu program pemerintah malah rugi," kata Eri.
Seperti diketahui, untuk mendukung pengendalian konsumsi BBM bersubsidi, pom bensin-pom bensin di Jawa dan Bali yang semula hanya melayani penjualan Premium dikonversi untuk melayani juga penjualan Pertamax. Hal ini juga untuk mendukung larangan konsumsi BBM bersubsidi oleh kendaraan instansi pemerintah, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah di seluruh Jawa dan Bali tahun ini.
Sedangkan agar investasi konversi tangki bisa kembali dalam 2 tahun, menurut dia, idealnya rata-rata penjualan 3.000 liter per hari. Namun, peningkatan konsumsi BBM non-subsidi sulit terjadi selama selisih harga masih tinggi.
"Harusnya seperti ketika konversi minyak tanah ke LPG. Kalau minyak tanah tidak ada, tentu masyarakat menggunakan LPG. Ini kalau masih ada subsidi dan masih besar, pasti sulit," kata Eri.
Apalagi, memasuki Agustus harga BBM non-subsidi naik menjadi Rp 9.750 per liter untuk jenis Pertamax, sementara harga Premium Rp 4.500 per liter. Eri mengatakan agar masyarakat mau mengonsumsi BBM non-subsidi, harga BBM bersubsidi harus mendekati skala keekonomian.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) menyatakan jika selisih harga Pertamax dengan Premium di atas Rp 3.000 per liter, maka jumlah pengguna Pertamax hanya 3 persen dari total pengguna. Batas maksimal selisih harga yang masih ditolerir masyarakat adalah Rp 2.000 per liter.
BERNADETTE CHRISTINA
Terpopuler:
Kopiko Sampai Afrika
Belanja di Carrefour Bisa Lewat Internet
Rencana Tata Ruang Bisa Batalkan Bandara Karawang
Defisit India untuk Konsumsi, Indonesia Investasi
Cuma 1 SPBU di Solo Ada Pompa untuk Pertamina Dex
Pertumbuhan Transportasi Udara Dunia Melambat
Dow Jones Turun 106 Poin
Likuiditas Valas Ketat, Rupiah Melemah
Lelang Proyek Potensial Menumpuk di Akhir Tahun
Rupiah Melemah, BI Perlu Intervensi