TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Kemerdekaan Berserikat dan Berekspresi menuntut Dewan Perwakilan Rakyat menghentikan pembahasan Rancangan Undang Undang Organisasi Masyarakat (Ormas). RUU ini tengah dibahas di parlemen dan rencananya disahkan pada akhir Oktober 2012.
“Jika disahkan, peraturan itu akan mengembalikan rejim kontrol ala Orde Baru,” kata salahsatu aktivis koalisi, Amir Effendi Siregar, ketika berkunjung ke kantor Tempo, pada Kamis 13 September 2012.
Koalisi juga meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencabut aturan yang membatasi kemerdekaan berekspresi dan berserikat di era reformasi ini. Peraturan yang mengancam kemerdekaan berserikat itu adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33/2012 tentang Pedoman Pendaftaran Organisasi Kemasyarakatan. Permendagri itu, menurut koalisi ini, mengusung semangat antidemokrasi dan mengabaikan prinsip hak asasi manusia.
“Koalisi tidak sekadar menolak, tapi juga mendorong aturan hukum yang relevan untuk kehidupan berorganisasi dan berserikat, yaitu melalui Undang-Undang Perkumpulan dan Undang-Undang Yayasan,” ujar anggota Koalisi Ronald Rofriandi.
Sesuai Permendagri 33/2012, semua ormas harus mendaftar ke Kementerian Dalam Negeri untuk memperoleh Surat Keterangan Terdaftar. Masalahnya, surat tersebut harus diperpanjang secara berkala, dan bisa dibekukan atau dicabut. Dikhawatirkan, mekanisme penerbitan SKT ini dijadikan alat oleh pemerintah untuk mengontrol masyarakat sipil.
“RUU Ormas-nya belum disahkan, tapi Permendagri sudah dikeluarkan,” kata Amir Effendi. Dia menjelaskan, dalam peraturan itu diatur bahwa ormas yang menyebarkan ideologi marxisme, kapitalisme, sosialisme, ateisme, dan ideologi lain, bisa dibekukan. “Ini berbahaya untuk kebebasan berekspresi,” katanya.
Ronald menambahkan, dalam materinya, ruang lingkup RUU Ormas sangat luas, bahkan sampai mencakup organisasi seperti Karang Taruna dan arisan. Istilah ormas sendiri dinilai sebagai konsep Orde Baru yang ketika itu memang berusaha mengendalikan aspek sosial politik warga. “Dengan istilah itu, Muhammadiyah dan NU, yang mengidentifikasi sebagai perkumpulan, dilabel menjadi ormas,” ujar Ronald.
Menurutnya, jika pemerintah ingin mengatasi berbagai ormas yang melakukan premanisme dan tindak kekerasan, solusinya bukan dengan membuat UU Ormas. “Cukup dengan KUHP saja,” kata Ronald. Membuat sebuah UU yang memberikan kewenangan pembubaran ormas ke tangan pemerintah, menurut Ronald, adalah langkah mundur untuk demokrasi dan kebebasan di Indonesia.
ERWIN Z
Berita Lain:
Hartati Murdaya Tak Takut Walau Ditembak Mati
Tewas Gara-gara Perbesar Penis dengan Silikon
Alasan Indonesia Terpilih Tuan Rumah Miss World
Meriah Halal Bihalal Jokowi di Kelapa Gading
KONI Minta PSSI Djohar Jangan Seperti Anak-anak