TEMPO.CO, Jakarta - Kolom identitas agama di kartu identitas penduduk dinilai mempersulit masyarakat adat penganut kepercayaan. Ketua Subkomisi Pemantauan Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan, Arimbi Heroepoetri, mengatakan, ketiadaan KTP berujung pada sulitnya masyarakat mengakses layanan publik.
"Kesulitan memperoleh KTP sebagaimana lazimnya warga negara menyebabkan kelompok penghayat kepercayaan yang mayoritas masyarakat adat, menjadi orang terpinggirkan di negerinya sendiri," kata Arimbi dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat, 9 November 2012.
Komisi menilai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebenarnya sudah berupaya mencegah diskriminasi bagi warga negara Indonesia yang penganut kepercayaan. Pasal 61 undang-undang itu mengatur penduduk yang agamanya belum diakui atau bagi penghayat kepercayaan,tetap dilayani, meski kolom agama dalam KTP-nya dikosongi.
Kenyataannya, kata Arimbi, pasal tersebut tidak serta-merta menyelesaikan masalah. Menurut catatan Komisi, masih banyak masyarakat adat di Indonesia yang kesulitan mengakses program pemerintah akibat dipersulit dalam pengurusan KTP. Tidak adanya KTP membuat mereka tidak bisa memperoleh surat nikah, akta kelahiran anak, mendapat layanan kesehatan dan bantuan ekonomi, serta pengurusan perizinan pemakaman.
Kondisi di lapangan tersebut disayangkan Komisi. Apalagi hal itu diperparah dengan masih sulitnya mereka mendapatkan hak beribadah karena distigma sebagai kafir. "Mereka mesti berhadapan dengan kesulitan membangun rumah ibadah dan dalam memberi pendidikan agama leluhur bagi anak-anak di sekolah," ujar Arimbi.
Baca Juga:
Menurut Arimbi, seharusnya masyarakat adat tetap mendapat hak konstitusional yang diatur Pasal 28E dan Pasal 29, yang mengatur kemerdekaan beragama dan berkeyakinan, Pasal 28I ayat 3 tentang identitas budaya dan masyarakat adat, serta Pasal 28I ayat 2 UUD 1945 tentang bebas dari diskriminasi.
Aktivis dari Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI), Nia Syarifudin, berharap pemerintah memberi perhatian terhadap masalah ini. "Perjuangan masyarakat adat sah karena ada jaminan konstitusi. Ini persoalan kemauan pemerintah saja untuk menghilangkan diskriminasi," ujarnya.
ISMA SAVITRI
Terpopuler:
Wayan Koster: Bayu Bohong Besar
Saingi Rieke-Teten, Golkar Siap Gandeng PPP
Teten Masduki Mundur dari TI-Indonesia
Para Penggiring Proyek Kementerian Agama
Di Pilkada Jabar, PDIP Emoh Koalisi